Syair Jalaludin Rumi

salah seorang sufi yang terkenal namanya sampai saat ini,syair syairnya sangat indah dan sampai pada tujuannya. Dia adalah, orang yang tidak mempunyai ketiadaan, Saya mencintainya dan Saya mengaguminya, Saya memilih jalannya dan Saya memalingkan muka ke jalannya. Setiap orang mempunyai kekasih, dialah kekasih saya, kekasih yang abadi.
Dia adalah orang yang Saya cintai, dia begitu indah, oh dia adalah yang paling sempurna. Orang-orang yang mencintainya adalah para pecinta yang tidak pernah sekarat. Dia adalah dia dan dia dan mereka adalah dia. Ini adalah sebuah rahasia, jika kalian mempunyai cinta, kalian akan memahaminya

TASAWUF ABU YAZID AL BUSTAMI


PENDAHULUAN


Tokoh yang satu ini meskipun tergolong orang kaya dan berkecukupan tetapi beliau malah memilih menjalani hidup sederhana. Abu Yazid al-Bustami memang mempunyai beberapa kelebihan sejak dari kandungan ibunya, kondisi yang demikian ini tentunya hanya dirasakan dan dialami oleh ibunya.
Perkembangan intelektualnya sangat luar biasa, beliau terkenal cerdas dan mampu melakukantugas dengan cekatan meskipun masih pada usia anak-anak yang semestinya tidak dapat dilakukan oleh manusia seusia mereka, tetapi Abu Yazid al-Bustami dapat melakukaknnya. Hal yang demikian tentu saja membuat orang-orang yang melihatnya terkagun-kagum, meskipun begitu manusia istimewa yang lahir di Persia ini tetap rendah hati tidak menampakkan kesombongan sedikitpun.
Ia dikenal dengan orang yang zuhud, selama 13 tahun Abu Yazid al-Bustamu mengembara di gurun-gurun pasir di Syam, dengan sedikit sekali tidur, makan dan minum. Tetapi meskipun menjalani hidup yang sederhana beliau tidak mengeluh sedikitpun.

Imam Syatiby

Ibrahim bin Musa  Al-Shatby ( Imam As Syatiby)

Imam As Syatiby mempuyai nama lengkap: Abu Ishaq Ibrahim bin Muhammad bin Musa Al lakhami Shatby, ilmuwan dari Andalusia, dan menyaksikan banyak eksploitasi ilmuwan dunia.

:

• 1 Nama dan nama keluarga dan garis keturunan 

Nama dan nama keluarganya dari garis keturunan 

Beliau adalah Ibrahim bin Musa bin Muhammad Abu Ishaq Allakhomi al Gornaty (Granada) beliau terkenal dengan sebutan As Syatiby , dan yang dikenal dengan julukan Abu Ishaq. 
Kelahiran dan Pertumbuhanya sampai kematian 
Al Raisuny berpendapat tentang kelahiran Al Syatiby: "yang mashur al Syatiby dilahirkan di Gornotoh (Granada)," Alasan kuwatnya adalah bahwa Imam Shatby dibesarkan disitu dan tidak di ketahui Al Syatiby keluar dari Garnada, sebab lain bahwa perjalanan ulama’ setiap keluar dari negaranya adalah mencari ilmu  adapun ilmu pengetahuan itu berada di kamp[ung jhalamnnya sendiri. Syatibi meninggal dunia pada hari selasa bulan Sya’ban tahun 790 H. 
Guru Imam Syatiby 

PEMIKIRAN AL HUSAIN IBN MANSHUR AL HALLAJ TENTANG AL HULUL


PENDAHULUAN
Manusia adalah makhluk yang paling sempurna bila dibandingkan dengan makhluk lain. Sejak lahir, manusia telah dibekali dengan berbagai kemampuan. Kemampuan untuk mendengarkan, melihat dan memahami berbagai fenomena alam berdasarkan kecerdasan dengan sarana panca indera yang sempurna. Bahkan dalam kronologi penciptaannya, sengaja Allah memilihkan dengan prosedur (cara) yang berbeda.
Secara umum, dalam diri manusia terdapat dua dimensi yang antara keduanya saling mendukung. Pertama, dimensi jasmaniyah (jasad) yang dalam kronologi penciptaannya berasal dari tanah. Fenomena ini membangun sebuah argumentsi yang kokoh bahwa secara jasmaniyah manusia berasal dari tanah dan yang

Berdirinya dinasti – dinasti kecilpada masa Abbasiyah di barat Bagdad (Idrisiyah, Aghlabiyah, Thuluniyah, Ikhsidisiyah, Hamdaniyah dan Qaramitah.)

PENDAHULUAN

Kekuasaan dinasti Bani Abbas atau khalifah Abbasiyah, sebagaimana kita ketahui adalah melanjutkan kekuasaan dinasti Bani Umayyah. Dinasti Abbasiyah didirikan oleh Abdullah Al Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullahibn al-Abbas.
Masa pemerintahan Abu al – Abbas, pendiri dinasti ini, sangat singkat, yaitu dari tahun 750 M sampai 754 M. karena itu Pembina sebenarnya dari daulat Abbasiah adalah Abu Ja’far al – Mansur (754 – 775).
Ia banyak berjasa dalam membangun pemerintahan dinasti bani Abbas. Pada tahun 762 M, Abu ja’far al-Manshur memindahkan ibukota dari Damaskus ke Hasyimiyah, kemudian dipindahkan lagi ke Baghdad dekat dengan Ctesiphon, bekas ibukota Persia. Oleh karena itu, ibukota pemerintahan Dinasti Bani Abbas berada di

MATURIDIAH DAN AJARANNYA


PENDAHULUAN
Di zaman Nabi Muhammad SAW ummat islam dapat kompak dalam menyelesaikan segala persoalan yang ada. Hal itu dikarenakan semua permasalahan masih bisa langsung ditanyakan kepada Nabi, termasuk masalah aqidah. Kalau ada hal – hal yang tdak jelas atau diperselisihkan diantara para sahabat, mereka mngembalikan persoalannya kepada Nabi. Maka penjelasan beliau itulah yang kemudian menjadi pegangan dan ditaatinya.
Di masa pemerintahan khalifah Abu Bakar As Shiddiq dan Khalifah Umar bin Khattab, keadaan umat islam masih tampak kompak seperti keadaannya pada masa Nabi. Pada waktu itu tidak ada kesempatan bagi ummat Islam untuk mencoba – coba membicarakan masalah – masalah yang berhubungan dengan aqidah dan juga hal – hal lain dibidang agama.

AL - BUKHARI DAN IMAM MUSLIM


AL - BUKHARI DAN IMAM MUSLIM

by sariono sby
PENDAHULUAN


Dalam ilmu hadis, al – hadits adalah pembicaraan yang diriwayatkan atau diasosiasikan kepada Nabi Muhammad SAW. Ringkasnya, segala sesuatu yang berupa berita yang dikatakan berasal dari Nabi disebut al – hadits. Boleh jadi berita itu berwujud ucapan, tindakan, pembiaran ( taqrir ), keadaan, kebiasaan, dan lain – lain.
Allah Subhanahu Wata’ala berfirman (yang artinya), “Dan Kami turunkan kepadamu Adz-Dzikr agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkannya” (An Nahl:44)
Menurut keterangan ulama, yang dimaksud dengan Adz-Dzikr adalah Al-Qur’an dan As-Sunnah. Melalui para ulama dan Ahli Hadits yang terkenal ketakwaannya, kuat hafalannya dan mencurahkan seluruh kehidupannya untuk meneliti dan

PEMIKIRAN FILSAFAT AL – ROZI







EMIKIRAN FILSAFAT AL – ROZI





PENDAHULUAN


Filsafat islam merupakan hasil buah pemikiran cendekiawan muslim yang sangat berguna hingga sekarang. Banyak keilmuan yang diciptakan para ulama, mereka mencoba mengintegrasikan antara filsafat yunani dengan agama islam. Sehingga didapatkan pemikiran baru dan pendalaman terhadap agama.


Para filosof islam tidak hanya membahas tentang ketuhanan. Akan tetapi mereka juga membahas masalah ilmu pengetahuan lain seperti bidang kedokteran, fisika dan lain sebagainya. Yang buah pemikiran mereka dijadikan pedoman ilmu pengetahuan baik oleh umat islam maupun bangsa barat.

IBNU SINA: FATHER OF DOCTER




IBNU SINA: FATHER OF DOCTER
Ibnu Sina, nama lengkapnya ialah Abu Ali al Husain ibn Abdullah ibn Sina dan lebih dikenali di masyarakat Eropah dengan sebutan “Avicenna”. Nama panggilan lain beliau selain Ibnu Sina adalah Abu Ali. Beliau adalah salah seorang genius yang mahir dalam pelbagai cabang ilmu. Beliaulah orang yang membuat ensiklopedia terkemuka dan pakar dalam bidang agama, perubatan, falsafah, logik, matematik, astronomi dan muzik. Selain itu beliau juga seorang pustakawan dan pakar psikiatri yang handal.

BANGSA ARAB SEBELUM DATANGNYA ISLAM DAN SESUDAH DATANGNYA ISLAM



BANGSA ARAB SEBELUM DATANGNYA ISLAM
DAN SESUDAH DATANGNYA ISLAM


Pendahuluan
Arab merupakan suatu lokasi geografis yang memiliki keterkaitan sejarah dengan munculnya Islam. Islam mulai tumbuh di wilayah padang pasir ini, oleh beberapa ilmuwan, dinilai karena ada banyak factor yang menghendaki lahirnya agama baru yang lebih egaliter dan humanis, agama yang tidak lagi memandang wanita sebelah mata, tidak lagi menganggap bayi perempuan sebagai sebuah aib dan fanatisme kesukuan yang berpotensi besar bertabuhnya genderang perang dan yang menutup ruang toleransi.

TAREKAT DAN TIPOLOGI NYA

TAREKAT DAN TIPOLOGINYA


PENDAHULUAN

Kajian tasawuf tidak dapat dipisahkan dengan kajian terhadap pelaksanaannya di lapangan, dalam hal ini praktik ‘ubudiyyah dan mu’amalah dalam tarekat. Walaupun kegiatan tarekat sebagai sebuah institusi lahir belasan abad sesudah contoh konkrit pendekatan terhadap Alloh SWT yang telah diberikan oleh rasul-Nya yaitu Nabi Muhammad SAW (antara lain dengan Tahannuth di Gua Hira’, shalat al lail, dsb), dan kemudian diterusakan oleh sebagian sahabat terdekat,

PERANG SALIB DAN PERIODESASINYA


PENDAHULUAN

Peristiwa gerakan ekspansi yang dilakukan oleh Alp Arselan adalah peristiwa Manzikart, tahun 464 H / 1071. Tentara Alp Arselan yang hanya berkekuatan 15.000 prajurit, dalam peristiwa ini berhasil mengalahkan tentara Romawi, Ghuz, Al-Akraj, Al–H{ajr, Prancis dan Armenia, menanamkan benih permusuhan dan kebencian orang-orang Kristen terhadap umat Islam yang kemudian mencetuskan perang salib. Kebencian itu bertambah setelah dinasti Saljuk dapat merebut Baitul Maqdis pada tahun 471 H. dari kekuasaan Dinasti Fa>t}imiyyah yang berkedudukan di Mesir. Penguasa Saljuk menetapkan beberapa peraturan bagi umat Kristen yang ingin berziarah ke sana, peraturan itu dirasakan sangat menyulitkan mereka.

ASH’ARIYAH


(Tokoh dan ajaran pokoknya)


PENDAHULUAN
Ketika Nabi Muhammad masih hidup, tidak ada perbedaan pandangan di antara umat islam, sebab segala permasalahan masih dapat ditanyakan langsung kepada Nabi. Namun setelah Nabi wafat, mulai banyak timbul pertentangan, terbukti dengan sejarah proses awal pemilihan kekhalifahan. Pada saat itu, pemakaman Nabi menjadi permasalahan kedua sebab umat islam Madinah disibukkan dengan penentuan khalifah pengganti Nabi.
Di awal masa Khulafa al Ra>shidi>n memang perbedaan itu belum nampak dengan jelas. Akan tetapi kemudian pada Masa pemerintahan Khalifah Uthma>n Ibn Affa>n mulai terjadi banyak pemberontakan karena kebijakan politik Khalifan Uthma>n yang mengangkat para pejabat negara dari kalangan keluarganya. Tindakan ini mengakibatkan terjadinya pembunuhan Uthma>n oleh pemuka-pemuka pemberontak dari Mesir.
Kemudian perbedaan ini semakin tajam pada masa kekhalifahan ‘Ali> Ibn Abi> T{a>lib. Diawali dengan peristiwa arbitrase yang kemudian menimbulkan perpecahan menjadi beberapa golongan seperti Khawa>rij, Shi>’ah, dan Murji’ah. Permasalahan politik ini kemudian meningkat menjadi masalah teologi yang semakin memunculkan banyak perbedaan pandangan. Bahkan dari perbedaan tersebut pada akhirnya terjadi perdebatan sengit diantara para ulama hingga menimbulkan tuduhan-tuduhan pengafiran oleh satu kelompok kepada kelompok yang tidak memiliki pandangan yang sama. Mereka saling mengklaim sebagai kelompok yang paling benar dan menilai yang lain salah kendati tetap menghormati pendapat lain. Di antara kelompok-kelompok aliran teologi tersebut, banyak kalangan yang menilai bahwa aliran Ash’a>riyah dan Maturidiyah sebagai aliran yang lebih moderat.

PEMBAHASAN
A. Sejarah Lahirnya Madhab Ash’a>riyah
Madhab Ash’a>riyah muncul sebagai penengah antara aliran Mu’tazilah yang lebih mengutamakan rasio atau akal dengan aliran Hanabilah yang sangat tekstual terhadap Al Qur’an dan Al Hadith. Madhab ini dinisbatkan pada pencetusnya yakni Abu> Al Hasan Al Ash’a>ri meskipun memang dalam perkembangannya tidak lepas dari pengaruh tiga ulama besar lain yakni Al Baqilla>ni, Al Juwaini, dan Al Ghaza>li. Aliran ini menganut paham Ahlu As Sunnah wa Al Jama>’ah serta berpegang teguh pada Sunnah sehingga juga disebut golongan Sunni.
Sunnah berarti tradisi atau perjalanan, dalam hal ini adalah tradisi dan perjalanan Nabi Muhammad SAW. Jama>’ah berarti kumpulan, dalam hal ini adalah kumpulan para sahabat Rasulullah. Sehingga Ahlu As Sunnah Wa Al Jama>’ah dapat diartikan paham suatu golongan yang berpegang teguh pada norma-norma dalam Sunnah Rasul dan pada Khulafa> Al Ra>shidi>n disamping kepada kaidah-kaidah dalam Al Qur’an, baik dalam bidang aqidah maupun dalam syari’ah.
Sebelumnya, golongan Mu’tazilah yang menjadi identitas masyarakat, termasuk Al Ash’a>ri sendiri yang menjadi bagian dari mereka sampai usia 40 tahun. Kaum Mu’tazilah menganut paham qadariyah yang menganjurkan kemerdekaan dan kebebasan manusia dalam berpikir, kemauan, dan perbuatan. Pemuka-pemuka Mu’tazilah memakai kekerasan dalam usaha menyiarkan ajaran mereka terutama pada zaman khalifah Bani Abbas Al Ma’mu>n, Al Mu’tas}im, dan Al Wa>siq (813-847 M). Pada masa pemerintahan ketiga khalifah tersebut, terjadi peristiwa mihnan, dimana para pemuka agama diuji dengan pertanyaan-pertanyaan yang kemudian mengarahkan mereka agar berpindah mengikuti aliran Mu’tazilah. Mereka menghukum pemuka yang kukuh pada pendiriannya yang tidak sepaham dengan Mu’tazilah termasuk diantaranya Ahmad Ibnu Hanbal.
Namun peristiwa mihnah ini berakhir seiring bergantinya kepemimpinan khalifah yang kemudian dipegang oleh Al Mutawakkil. Beliau membatalkan pemakaian aliran Mu’tazilah sebagai madhab negara pada tahun 848 M. Sehingga pengaruh Mu’tazilah berangsur-angsur menurun.
Kondisi pemerintahan yang seperti inilah yang menimbulkan keberanian dalam diri pemuka agama untuk mengekspresikan hasil pemikiran mereka. Al Ash’a>ri sendiri awalnya adalah pengikut aliran Mu’tazilah. Namun, perbedaan pandangan yang ada membuat Al Ash’a>ri keluar dari kelompok ini dan akhirnya mendirikan kelompok sendiri dengan nama Ash’a>riyah. Salah satu tuduhan yang dialamatkan kepadanya adalah dirinya kecewa karena kalah bersaing dengan Al Jubba>’i, ayah tirinya, dalam menduduki posisi sebagai tokoh Mu’tazilah. Al Ash’a>ri berupaya sekuat tenaga menangkal segala tuduhan yang dialamatkan kepadanya sembari berjuang menguatkan paham kaum Sunni. Upayanya ia tuangkan dalam bentuk karya-karya yang sangat kemudian sangat populer.
Al Ash’a>ri tampil sekitar satu abad setelah Al Imam Al Shafi’i (wafat pada 209 H/892 M), atau setengah abad setelah Al Bukha>ri (wafat pada 256 H/ 870 M). Dan hidup beberapa belas tahun sezaman dengan pembukuan Hadith yang terakhir dari tokoh yang enam, yaitu Al Tirmi>dhi (wafat pada 279 H/892 M).
Hal ini berarti bahwa Al Ash’a>ri hidup pada masa pembukuan hadith yang menjadi bagian mutlaknya telah mendekati penyelesaian. Sehingga ajaran Ash’a>riyah menggunakan penalaran ortodoks karena lebih setia kepada sumber-sumber islam sendiri seperti Kitab Allah dan Sunnah Rasul daripada penalaran kaum Mu’tazilah. Namun juga menggunakan argumen-argumen logis meskipun metode ta’wi>l hanya menduduki tempat sekunder dalam sistem Al Ash’a>ri.
Walaupun demikian, sungguh sangat menarik bahwa dalam pegumulan pemikiran yang sengit di bidang teologi itu, akhirnya Imam Abu> Al Hasan Al Ash’a>ri dari Bas}rah tersebut memperoleh kemenangan yang besar. Ini terutama sejak tampilnya Imam Al Ghaza>li sekitar dua abad setelah Al Ash’a>ri. Dengan kekuatan argumennya yang luar biasa serta kehidupannya yang penuh zuhud, Al Ghaza>li mampu mengembangkan paham Sunni dalam aqidah.
Pada awalnya memang aliran ini tidak begitu cepat menyebar karena kuatnya pengaruh Mu’tazilah dalam pemerintahan. Perkembangannya mengalamai kenaikan dan penurun seiring dengan kebijaksanaan para pemimpin pemerintahan. Setelah mengalami kemajuan pada masa Al Mutawakkil, aliran Mu’tazilah berkembang lagi dalam masa pemerintahan dinasti Buwaih di Baghda>d. Sebab dinasti ini beraliran Syi’ah, sedangkan konsep dan cara berpikir kaum Syi’ah lebih mirip dengan konsep Mu’tazilah daripada Ash’a>riyah. Bahkan terjadi perburuan dan penangkapan terhadap pemuka-pemuka Ash’a>riyah.
Peristiwa ini berakhir pada masa perdana menteri Niza>m al Mulk yang merupakan penganut aliran Ash’a>riyah. Dan aliran Mu’tazilah mundur kembali. Ia mendirikan sekolah-sekolah yang diberi nama al Niza>miyah, diantaranya di Baghda>d dimana Al Ghaza>li, sebagai penyebar paling kuat dalam aliran Ash’a>riyah, merupakan salah satu pengajarnya.
Di Mesir, aliran ini dibawa oleh S{ala>h al Di>n al Ayyu>bi> sebagai ganti aliran Syi’ah yang dianut kerajaan Fatimiyah. Di Maroko dan Andalusia aliran ini disebarkan oleh Muhammad Ibn Tumart, murid Al Ghaza>li yang kemudian mendirikan kerajaan Muwahhid di Afrika Utara dan Spanyol. Dan di belahan Timur, aliran ini dibawa oleh Mahmu>d al Ghaznawi sampai ke India dan Irak. Pada masa itu, aliran Ash’a>riyah telah menyebar luas dan tidak ada yang menandingi.
Dengan mengamati perkembangan paham Ash’a>riyah yang ternyata dapat diterima oleh sedemikian besar kaum muslim, bahkan melebihi penerimaan terhadap kemadhaban dalam fiqih. Sehingga paham Ash’a>riyah ini kemudian menjadi paham yang paling luas dalam dunia islam. Dan Al Ash’a>ri disebut sebagai pemikir islam klasik yang paling sukses. Beliau disebut sebagai Shaikh Ahl Al Sunnah Wa Al Jama>’ah sebagaimana senantiasa digunakan pada lembaran judul karya-karyanya.

B. Tokoh- Tokoh Madhab Ash’a>riyah
1. Abu> Al Hasan Al Ash’a>ri
Abu> Al Hasan Ali Ibn Isma>il Al Ash’a>ri keturunan Abu> Mu>sa> Al Ash’a>ri, salah seorang perantara dalam sengketa antara ‘Ali> Ibn Abi> T{a>lib dan Mu’a>wiyah. Al Ash’a>ri dilahirkan di Bas}rah pada tahun 873 M, namun sebagian besar hidupnya di Baghda>d. Dia lahir dan tumbuh dalam lingkungan keluarga yang mengikuti paham Ahlu As Sunnah Wa Al Jam>’ah. Hal ini terbukti bahwa ketika Isma>’i>l menjelang wafat, dia berwasiat agar Al Ash’a>ri diasuh oleh Imam Al Ha>fidh Zakariya Al Saji, pakar hadith dan fiqih madhab Ash Sha>fi’i yang sangat populer dikota Bas}rah.
Pada waktu kecil, ia berguru pada seorang tokoh Mu’tazilah terkenal yaitu Abu> ‘Ali Al Jubba>‘i. Al Jubba>‘i merupakan ayah tiri Al Ash’a>ri semenjak ia berusia 10 tahun. Sejak saat itu pula Al Ash’a>ri tumbuh sebagai penganut paham Mu’tazilah. Bahkan Al Ash’a>ri sering ditunjuk untuk mewakili Al Jubba>‘i dalam debat-debat keagamaan. Aliran ini diikutinya terus sampai berusia 40 tahun, dan tidak sedikit dari hidupnya digunakan untuk mengarang buku-buku tentang paham Mu’tazilah.
Pada usia yang cukup matang tersebut yakni 40 tahun, Al Ash’a>ri semakin meragukan kebenaran paham yang dianutnya selama ini, terutama setelah terjadi dialog dengan gurunya sebagai berikut:
Al Ash’a>ri (A) : “Bagaimana kedudukan orang mukmin dan orang kafir menurut Tuan?”
Al Jubba>’i (B) : “Orang mukmin mendapat tingkat tinggi di dalam surga karena imannya dan orang kafir masuk ke dalam neraka.”
(A) : “Bagaimana dengan anak kecil?”
(B) : “Anak kecil tidak akan masuk neraka.”
(A) : “Dapatkah anak kecil mendapatkan tingkat yang tinggi seperti orang mukmin?”
(B) : “Tidak, karena tidak pernah berbuat baik.”
(A): “Kalau demikian anak kecil itu akan memprotes Allah kenapa ia tidak diberi umur panjang untuk berbuat kebaikan.”
(B): “Allah akan menjawab, kalau aku biarkan engkau hidup engkau akan berbuat kejahatan atau kekafiran sehingga engkau tidak akan selamat.”
(A): “Kalau demikian, orang kafir pun akan protes ketika masuk neraka, mengapa Allah tidak mematikannya sewaktu kecil agar ia selamat dari neraka.”
Al Jubba>’i tidak dapat menjawab lagi.

Beberapa riwayat mengatakan bahwa Al Ash’a>ri kemudian mengasingkan diri di rumah selama 15 hari untuk memikirkan ajaran-ajaran Mu’tazilah. Sesudah itu, ia keluar rumah dan pergi ke masjid, kemudian naik mimbar seraya berkata:
“Hadirin sekalian, saya selama ini mengasingkan diri untuk berpikir tentang keterangan-keterangan dan dalil-dalil yang diberikan masing-masing golongan. Dalil-dalil yang dimajukan, dalam penelitian saya, sama kuatnya. Oleh karena itu saya meminta petunjuk dari Allah dan atas petunjukNya saya sekarang meninggalkan keyakinan-keyakinan lama dan menganut keyakinan-keyakinan baru yang saya tulis dalam buku-buku ini. Keyakinan-keyakinan lama saya lemparkan sebagaimana saya melemparkan baju ini.” Disini Al Ash’a>ri dikisahkan benar-benar melepas bajunya kemudian dilemparkannya.

Berawal dari peristiwa ini, kemudian Al Ash’a>ri semakin mendalami paham sunny dan menghasilkan karya-karya besar diantaranya ialah: Al ‘Uma>d fi> al Ri’yah ( tentang dalil mungkinnya melihat Allah di akhirat), Risa>lah Ihtisa>n al Khaud} fi> ‘Ilm al Kala>m ( tentang kritik dan bantahan terhadap sebagian kalangan Hanabilah), Al Luma>’ fi> al Radd ‘ala> Ahl al Zaigh wa al Bida>’ (tentang teologi Al Ash’a>ri yang semakin matang), Maqa>lat al Isla>miyyi>n wa Ikhtila>f al Mus}alli>n (tentang sejarah beragam aliran dalam islam serta pandangan-pandangannya), Tafsi>r al Qur’a>n wa al Radd ‘ala> Man Khalafa al Baya>n min Ahl al Ifk wa al Buhta>n, Al Iba>nah ‘an Ushu>l al Diya>nah (tentang dasar-dasar aqidah Al Ash’a>ri serta bantahan terhadap kelompok Mu’tazilah), dan banyak kitab lain meskipun kitab yang sampai kepada kita tidak lebih dari 90 kitab. Al Ash’a>ri wafat pada tahun 935 M.

2. Al Qa>d}i Abu> Bakar al Baqilla>ni
Al Qa>d}i Abu> Bakar Muhammad ibn al T{ayyi>b ibn Muhammad ibn Ja’fa>r al Baqilla>ni, ulama terkemuka dalam madhab Ash’a>riyah, penyandang julukan Saif al Sunnah (pedang al Sunnah), Lisa>n al Ummah (juru bicara umat), teolog yang mengikuti metodologi Al Ash’a>ri. Beliau merupakan pemimpin madhab Maliki pada masanya. Al Baqilla>ni dilahirkan di kota Bas}rah, dan tinggal di Baghda>d hingga wafat. Beliau belajar ilmu kalam pada Ibn al Muja>hid, murid Al Ash’a>ri. 
Al Baqilla>ni juga sama gigihnya dengan Al Ash’a>ri dalam menyebarkan madhab Ash’a>riyah. Beliau aktif menghadiri diskusi ataupun debat dalam mempertahankan alirannya. Al Baqilla>ni juga memiliki banyak murid yang kemudian semakin memperluas penyebaran paham Ash’a>riyah ini.
Al Baqilla>ni wafat di Baghda>d pada tahun 403 H/1013 M dengan meninggalkan murid-murid yang intens menyebarkan madhab Ash’a>riyah di Hija>z, Khurasa>n, Irak, dan lain-lain. Al Baqilla>ni juga meninggalkan banyak karya terkenal dalam bidang teologi dan fiqih seperti I’ja>z al Qur’a>n, Daqa>iq al Kala>m, dan lain-lain.
3. Al Haramain al Juwaini
Ruknuddi>n Abu> al Ma’a>li Abd al Ma>lik ibn Abd Allah ibn Yusu>f ibn Muhammad al Juwaini, ulama terkemuka madhab Shafi’i dan penyandang gelar Ima>m al Haramain (Imam Dua Tanah Suci). Al Juwaini dilahirkan di Khurasa>n pada tahun 419 H/1028 M. Beliau juga termasuk ulama yang produktif dalam berkarya baik dalam bidang teologi, ushul fiqih, dan fiqih. Karyanya dalam bidang teologi diantaranya al Irsha>d ila> Qawa>t}i’ al Adillah fi> Ushu>l al I’tiqa>d, al Shamil fi> Ushu>l al Di>n, Luma>’ al Adillah dan al ‘Aqidah al Niz}a>miyah. Al Juwaini wafat pada tahun 478 H/1085 M.
4. Hujjatu al Isla>m al Ghaza>li
Al Ima>m Zainuddi>n Abu> Hamid Muhammad ibn Muhammad ibn Muhammad al Ghaza>li, pakar fiqih, tasawuf, teologi, ushul fiqih, dan filsafat yang menyandang gelar Hujjatu al Isla>m. Al Ghaza>li dilahirkan di kota Thus, daerah Khurasan pada tahun 450 H/1058 M. Beliau dikenal dengan al Ghaza>li karena ayahnya bekerja sebagai pemintal tenun wol atau karena beliau berasal dari desa Ghaza>lah.
Dalam bidang teologi al Ghaza>li menghasilkan karya diantaranya yakni al Iqtis}a>d fi> al I’tiqa>d, Ilja>m al ‘Awa>m ‘an ‘Ilm al Kala>m, al Qist}as al Mustaqi>m, Qawa>’id al ‘Aqa>id, dan lain-lain. Al Ghaza>li wafat pada hari Senin 14 Jumadil Akhir 505 H/17 Desember 1111M dan jasadnya dimakamkan di T{abara>n.

C. Konsep Pemikiran Madhab Ash’a>riyah
Usaha Al Ash’a>ri untuk keluar dari pertentangan pemikiran antara kelompok Hanabilah dan Mu’tazilah, membuahkan pemikiran yang berbeda dari keduanya. Al Ash’a>ri menggunakan metode tekstual yakni Al Qur’an dan Al Hadith, namun tidak mengesampingkan rasio atau akal meskipun hanya digunakan pada metode kedua.
Pokok-pokok ajaran yang diungkapkan Al Ash’a>ri yang paling utama dan merupakan bantahan terhadap ajaran kelompok Mu’tazilah yakni sebagai berikut:
1. Tuhan Allah mempunyai sifat
Al Ash’a>ri mengatakan bahwa mustahil Tuhan tidak mempunyai sifat. Tuhan memiliki sifat yang mesti (wajib), tidak mungkin (mustahil), dan sifat yang harus ada pada Tuhan. Sebagaimana firman Allah SWT:
uqèd ª!$# “Ï%©!$# Iw tm»s9Î) žwÎ) uqèd ( ÞOÎ=»tã É=ø‹tóø9$# Íoy‰»yg¤±9$#ur ( uqèd ß`»oH÷q§9$# ÞOŠÏm§9$#
“Dialah Allah yang tiada Tuhan selain Dia, yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, Dia-lah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang”.
Tuhan mengetahui bukan dengan zat-Nya, karena jika Allah mengetahui dengan zat-Nya, dengan demikian zat-Nya adalah pengetahuan dan Tuhan sendiri adalah pengetahuan. Padahal Tuhan bukan pengetahuan(‘ilm), melainkan Yang Mengetahui(‘A>lim). Tuhan mengetahui dengan pengetahuan Nya, bukan dengan zat Nya. Demikian pula dengan sifat-sifat seperti hidup, berkuasa, mendengar, melihat, berfirman, dan berkehendak. Sifat-sifat tersebut tentu harus terpisah dari zat Tuhan. Maka, Tuhan dikatakan memiliki sifat. Sifat Tuhan adalah sifat yang qa>dim yang berdiri di atas zat yang qa>dim.
Akan tetapi untuk hal ini, Al Baqilla>ni tidak sependapat dengan Al Ash’a>ri. Menurutnya, apa yang disebut sifat oleh Al Ash’a>ri tersebut bukanlah sifat, melainkan h}al.

2. Al Qur’an bukan makhluk
Tuhan bersama sifat Nya adalah qa>dim. Kalam Allah yang qa>dim itu diperdengarkan kepada malaikat Jibril dan kemudian diberitakan kepada nabi Muhammad sebagai wahyu. Adapun yang tertulis dalam mash}af, yang dibaca oleh umat islam setiap hari adalah madlu>l (bentuk yang dirupakan) dari kalam Allah yang qa>dim tadi. Oleh karena Al Qur’an merupakan kalam (firman) Allah, maka Al Qur’an juga bersifat kekal.
3. Pembuat dosa besar
Sejalan dengan pemikiran murji’ah, Al Ash’a>ri berpendapat bahwa orang yang beriman yang melakukan dosa besar tidak disebut sebagai orang kafir, melainkan disebut sebagai orang yang durhaka atau fa>siq. Sehingga ia masih dapat masuk surga. Meskipun tentunya ia harus merasakan siksa neraka terlebih dahulu.
4. Tuhan dapat dilihat
Al Ghaza>li, yang memiliki hasil pemikiran yang selalu sama dengan Al Ash’a>ri, mengatakan bahwa Tuhan dapat dilihat karena Tuhan itu wujud, dan sesuatu yang mempunyai wujud dapat dilihat.
Sementara Al Ash’a>ri sendiri beralasan bahwa sifat-sifat yang tidak dapat diberikan kepada Tuhan hanyalah sifat-sifat yang membawa kepada arti diciptakannya Tuhan. Sifat dapatnya Tuhan dilihat tidak membawa kepada hal ini, sebab apa yang dapat dilihat belum tentu ia harus bersifat diciptakan. Karena wujud Allah yang qa>dim ada dengan sendirinya, tidak ada yang menciptakan.
Allah dapat dilihat di akhirat. Terlepas bagaimanapun caranya sehingga manusia dapat melihat Allah, telah banyak ayat Al Qur’an yang mengandung pengertian bahwa kelak manusia dapat melihat Allah. Yakni orang-orang yang beriman dan beramal s{aleh.
5. Anthropomorphisme
Menurut Al Ash’a>ri, Tuhan mempunyai muka, tangan, mata, dan sebagainya dengan tidak ditentukan bagaimana bentuk Nya, yang tentu saja tidak dapat digambarkan seperti bentuk tubuh manusia. Karena keduanya memiliki perbedaan yang sangat nyata.
Akan tetapi Al Juwaini memiliki pemikiran yang berbeda dengan Al Ash’a>ri. Al Juwaini berpendapat bahwa tangan Tuhan harus diartikan secara ta’wi>l sebagai kekuasaan Tuhan, mata Tuhan diartikan penglihatan Tuhan, wajah Tuhan diartikan wujud Tuhan, dan keadaan duduk Tuhan di atas tahta kerajaan diartikan Tuhan Berkuasa dan Maha Tinggi.
6. Perbuatan manusia
Bagi Al Ash’a>ri, perbuatan manusia tidak diwujudkan oleh manusia sendiri, melainkan pada hakikatnya perbuatan manusia diciptakan oleh Alllah. Yang dalam hal ini disebut Al Ash’a>ri sebagai kasb (perolehan). Berikut ini tiga bait syair yang menjelaskan tentang pengertian kasb yang diterjemahkan dari kitab Jawhara>t al Tawhi>d:
“Bagi kita, hamba (manusia) dibebani kasb, namun kasb itu, ketahuilah, tidak akan berpengaruh.
Maka manusia tidaklah terpaksa, dan tidak pula bebas, dan tidak pula masing-masing itu berbuat dengan kebebasan.
Jika Dia (Allah) memberi pahala kita maka semata karena murah Nya, dan jika Dia menyiksa kita maka semata karena adil Nya.”

Jadi, manusia tetap dibebani kewajiban melakukan kasb melalui ikhtiarnya, namun hendaknya ia ketahui bahwa usaha itu tidak akan berpengaruh apa-apa pada kegiatannya. Karena kewajiban usaha atau kasb itu maka manusia bukanlah dalam keadaan tak berdaya. Tetapi karena usahanya tidak berpengaruh apa-apa terhadap kegiatannya maka ia pun bukanlah makhluk yang bebas yang menentukan sendiri kegiatannya. Jika Allah memberi pahala adalah semata-mata karena murah Nya, bukan karena perbuatan manusia. Dan jika Allah memberikan siksa maka itu hanyalah karena keadilan Nya, juga bukan karena perbuatan manusia.
Kutipan di atas menggambarkan betapa sulit dan rumitnnya memahami konsep kasb dalam paham Ash’a>ri. Maka tidak heran jika dalam konsep inilah Al Ash’a>ri banyak menuai kritikan tajam. Namun memang wajar adanya jika Al Ash’a>ri muncul dengan konsep kasb yang demikian sebab beliau menginginkan untuk menengahi antara pendapat kaum Jabariyah dengan Qadariyah.
Al Baqilla>ni sendiri memiliki pandangan yang berbeda mengenai kasb ini. Menurut Al Baqilla>ni manusia mempunyai sumbangan yang efektif dalam pewujudan perbuatannya. Yang diwujudkan oleh Tuhan adalah gerak yang terdapat dalam diri manusia, namun bentuk atau sifat dari gerak itu dihasilkan oleh manusia sendiri. Dengan kata lain, gerak dalam diri manusia mengambil berbagai bentuk, duduk, berdiri, berbaring, berjalan dan sebagainya. Gerak sebagai genus (jenis) adalah ciptaan Tuhan, tetapi duduk, berdiri dan sebagainya yang merupakan spectes dari gerak, adalah perbuatan manusia. Bahkan Al Juwaini berpendapat lebih jauh lagi, bahwa daya yang ada pada manusia juga mempunyai efek. Tetapi efeknya serupa dengan efek yang terdapat antara sebab dan musabab. Wujud perbuatan tergantung pada daya yang ada pada manusia, wujud daya ini bergantung pula pada sebab lain, dan wujud sebab ini bergantung pula pada sebab lain demikian seterusnya sampai kepada sebab dari segala sebab yakni Tuhan.
Pokok-pokok ajaran di atas merupakan hasil pemikiran madhab Ash’a>riyah yang paling sering dibahas. Meskipun terdapat beberapa perbedaan pendapat diantara para tokohnya, namun pada kenyataannya aliran ini memiliki jumlah pengikut yang cukup besar dalam perkembangan islam sampai sekarang.

PENUTUP
1. Madhab Ash’a>riyah muncul sebagai penengah antara aliran Mu’tazilah dan Hanabilah, serta berada di tengah-tengah pemikiran kaum Jabariyah dan Qadariyah. Dalam perkembangannya, semula Al Ash’a>ri belum dapat menyebar luaskannya dengan cepat secara langsung. Karena mengalami kenaikan dan penurunan seiring dengan kebijakan pemerintah yang sedang berlaku. Aliran ini berkembang sangat pesat pada masa Al Ghaza>li.
2. Tokoh-tokoh madhab Ash’a>riyah selain Al Ash’a>ri yakni Al Baqilla>ni, Al Juwaini dan Al Ghaza>li. Meskipun memang terdapat sedikit perbedaan dalam pemikiran masing-masing tokoh, kecuali pemikiran Al Ghaza>li yang hamper sama dengan Al Ash’a>ri.
3. Ajaran pokok dalam paham Al Ash’a>ri meliputi:
a. Tuhan Allah mempunyai sifat, sifat Tuhan terpisah dari zat Nya.
b. Al Qur’an bukan makhluk karena Al Qur’an merupakan kalam Tuhan yang qa>dim, bukan makhluk yang bersifat hudu>th.
c. Pembuat dosa besar akan tetap masuk surga jika ia masih memiliki iman di dalam hatinya. Meskipun memang ia tetap harus merasakan siksa neraka terlebih dahulu.
d. Tuhan dapat dilihat di akhirat sebab segala sesuatu yang memiliki wujud tentu dapat dilihat.
e. Anthropomorphisme, bahwa Tuhan memiliki muka, tangan, mata dan anggota tubuh lain hanya saja bentuknya tidak ditentukan dan tidak memiliki batas.
f. Perbuatan manusia ditentukan oleh Tuhan. Manusia memiliki daya akan tetapi tetaplah Tuhan yang menentukan segala perbuatannya.
http://referensiagama.blogspot.com
 

KHAWARIJ

KHAWARIJ: Kemunculan, Sekte dan Pemikirannya

A. Pendahuluan
Sebagai salah satu ilmu ke-Islam-an, Ilmu kalam sangatlah penting untuk di ketahui oleh seorang muslim yang mana pembahasan dalam ilmu kalam ini adalah pembahasan tentang aqidah dalam Islam yang merupakan inti dasar agama, karena persolaan aqidah Islam ini memiliki konsekwensi yang berpengaruh pada keyakinan yang berkaitan dengan bagaimana seseorang harus meng interpretasikan Tuhan itu sebagai sembahannya hingga terhindar dari jurang kesesatan dan dosa yang tak terampunkan (syirik).

KEJAYAAN KERAJAAN SAFAWI DI PERSIA


PENDAHULUAN
kekuatan politik Islam juga mengalami kemunduran-kemunduran secara drastis, Setelah Khilafah Abbasiyah di Baghdad runtuh akibat serangan dari tentara mongol.
Keadaan politik umat Islam secara keseluruhan baru mengalami kemajuan kembali setelah muncul dan berkembangnya tiga kerajaan besar, yaitu: Usmani di Turki, Mughal di India, dan Safawi di Persia. Kerajaan Usmani di Turki merupakan kerajaan yang pertama berdiri, dan juga yang terbesar dan paling lama bertahan di banding dua kerajaan lain yaitu Mughal dan Safawi. Kerajaan Turki Usmani inilah yang menjadi sebuah pioner dalam perkembangan dunia Islam pada massanya dan juga kehancurannya menjadi sebuah pembuka masuknya era industrialisasi ke dunia Islam.

Aliran Murji'ah



(Pemikiran, Doktrin, dan Sekte-Sektenya)


PENDAHULUAN
Perpecahan kaum muslimin menjadi kelompok-kelompok pemikiran yang banyak tidak dapat dipungkiri lagi. Semua itu tidak lepas dari jauhnya mereka dari ajaran Rasulullah dan para sahabatnya dalam beragama.
Munculnya kelompok murji’ah ini diawal masa tabi’in tepatnya setelah selesai pemberontakan atau fitnah Ibnu Al-Asy’ats, sebagaimana dinyatakan Qataadah bin Da’aamah As-Sadusi, “Irja’ (pemikiran murji’ah) munculnya setelah kekalahan Ibnu al-Asy’ats”.
Dalam kesempatan ini, kami akan memaparkan aliran Teologi Murji’ah, meliputi: asal usul kemunculan, pemikiran, dan perbandingan sekte-sekte Murji’ah.

Pengkhianatan Syiah: Al-Alqami Jemput Tartar Serang Baghdad

Pendahulu.
Pengkhianatan Menteri Muayyiduddin Abu Thalib Muhammad bin Ahmad Al- Alqami Asy-Syi'i dengan Masuknya Orang-orang Tatar ke Baghdad

Ibnu Katsir menceritakan beberapa peristiwa yang terjadi pada tahun 642 H:
"Pada tahun itu Al-Musta'shim Billah mengangkat Muayyiduddin Abu Thalib Muhammad bin Ahmad Al-Alqami sebagai menterinya, yang justru kemudian mendatangkan keburukan bagi dirinya sendiri dan bagi penduduk kota Baghdad, yang akhirnya menyebabkan Al-Musta'shim tidak dapat menyelamatkan kementeriannya.

Dia bukanlah menteri yang dapat dipercaya, dan kinerjanya pun tidaklah dapat diharapkan. Dialah yang telah membantu kehancuran atas kaum muslimin dalam persoalan Hulaku Khan (pemimpin Tatar). Semoga Allah menjelekannya dan juga mereka.

Ibnu Katsir juga menceritakan peristiwa yang terjadi pada tahun 656 H. Dimana pada tahun ini, pasukan Tatar dalam jumlah yang cukup besar datang ke Baghdad, pusat Daulah Abbasiyah pada saat itu:
"Tahun itu baru saja dimulai, sementara pasukan Tatar sudah berada di Baghdad dengan dikawal oleh dua orang pemimpin yang berada di bagian depan prajurit-prajurit penguasa Tatar Hulaku Khan. Bantuan juga datang kepada mereka dari penguasa Al-Maushil untuk membantu mereka melawan orang-orang Baghdad, Miratah, Hadayah, dan Tuhafah.. Pemberian bantuan itu dilakukan karena mereka takut pada orang-orang Tatar, dan untuk mencari muka dan memberi sanjungan kepada mereka. Semoga Allah menjelekkan mereka semua. Sehingga orang-orang Tatar dapat mengepung pusat khilafah dan menghujaninya dengan anak-anak panah dari segala penjuru.

Hulako Khan datang dengan seluruh pasukan yang dimilikinya. Yang berjumlah kira-kira mencapai dua ratus ribu tentara. Dia dalam keadaan sangat marah pada khalifah. Hal itu terjadi, karena menteri Muayyiduddin Muhammad bin Al-Alqami (pengkhianat) menyarankan kepada khalifah untuk mengirimkan hadiah yang cukup berharga kepada Hulako Khan pada awal kedatangannya dari Hamdan menuju Iraq, sebagai bentuk penghargaan untuknya atas kesediaannya mengunjungi negara mereka.

Khalifah menolak menyerahkan hadiah berharga (dawidarahu) kepadanya. Dan orang-orang mengatakan, bahwa menteri melakukan ini hanya semata-mata untuk mencari muka dan menyanjung raja Tatar karena harta yang telah dikirimkan kepadanya. Mereka menyarankan untuk memberikannya sesuatu yang sederhana saja, kemudian dia mengirimkan hadiah padanya.

Raja Hulako Khan memandang rendah hadiah tersebut, lalu dia mengutus seseorang kepada khalifah untuk meminta dawidarahu (sejenis benda berharga) yang telah disebutkan dan juga Sulaiman Syah. Khalifah tidak mengirimkan keduanya kepadanya dan tidak memperdulikannya. Raja Tatar mempercepat kedatangannya dan sampai di Baghdad dengan pasukannya yang besar, kafir, jahat, zhalim, brutal, dan tidak percaya kepada Allah dan hari akhir.

Mereka mengepung Baghdad dari bagian barat dan timur. Tentara-tentara Baghdad dalam kondisi sangat lemah dan terhinakan, jumlah mereka yang tersisa tidak sampai sepuluh ribu tentara. Mereka semua adalah orang-orang yang telah terlantarkan kebutuhan ekonominya. Sehingga banyak dari mereka yang meminta-minta di pasar-pasar dan di pintu-pintu masjid.

Para penyair membuat puisi-puisi yang menyesali keadaan mereka dan bersedih atas Islam dan pemeluknya. Semua itu bermula dari ide sang menteri Ibnu Al-Alqami Ar-Rafidhi. Itu karena pada tahun sebelumnya terjadi peperangan hebat antara Ahlu sunnah dan Syiah; Al-Kurkh dan wilayah-wilayah Syiah dirampas, sehingga rumah-rumah para kerabat menteri pun ikut dirampas, maka kemarahannya menjadi memuncak.

Inilah yang memotifasinya untuk merencanakan sesuatu yang jahat dan keji kepada Islam dan para pemeluknya. Belum pernah ada dalam sejarah sesuatu yang lebih keji dari itu, semenjak Baghdad dibangun sampai dengan saat ini. Karena itu dialah orang pertama yang datang ke Tatar, yakni Ibnu Al-Alqami. Dia keluar bersama keluarganya, para sahabatnya, para pembantu dan pelayannya. Kemudian Sultan Hulako Khan bertemu dengannya, semoga Allah melaknatnya. Kemudian dia pulang dan menyarankan khalifah pergi dan menghadap kepadanya agar terjadi sebuah kesepakatan yang isinya yaitu; setengah dari pajak Iraq untuk mereka dan sisanya untuk khalifah.

Untuk kepergiannya, khalifah membutuhkan tujuh ratus orang penunggang kuda dari para qadhi, para fuqaha, orang-orang sufi, para pejabat negara dan kepala pemerintahan. Ketika mereka mendekati kediaman Sultan Hulako Khan, mereka melarang rombongan khalifah masuk kecuali hanya tujuh belas orang saja. Khalifah termasuk dari orang-orang yang disebutkan, sementara sebagian yang lain diturunkan dari kendaran-kendaraan mereka, kemudian harta benda mereka dirampas dan ada yang dibunuh. Khalifah dihadirkan di hadapan Hulako, kemudian dia menanyakan beberapa pertanyaan kepadanya. Diceritakan bahwa, perkataan khalifah membingungkan akibat besarnya penghinaan dan kesombongan.

Kemudian dia dibawa kembali ke Baghdad dengan ditemani oleh Tuan Nashiruddin Ath-Thusi dan menteri Ibnu Al-Alqami serta lainnya. Khalifah dibawah pengepungan dan penawanan mereka. Banyak sekali yang disita oleh mereka dari dar khilafah (pusat khilafah) berupa emas, perhiasan, batu permata, mutiara dan barang-barang berharga lainnya. Orang-orang Syiah dan orang-orang munafik menyarankan kepada Hulako Khan untuk tidak membuat kesepakatan damai dengan khalifah. Menteri berkata, "Kapan pun terjadi kesepakatan untuk membagi dua, tidak akan bertahan kecuali hanya satu atau dua tahun, kemudian persoalannya akan kembali seperti semula." Mereka menganggap lebih baik membunuh khalifah.

Ketika khalifah kembali menghadap Sultan Hulako, dia memerintahkan untuk membunuhnya. Diriwayatkan bahwa yang menyarankan untuk membunuh khalifah adalah menteri Ibnu Al-Alqami dan Tuan Nashiruddin Ath-Thusi. Tuan Nashir ini telah ikut dalam melayaninya ketika dia membuka benteng Al-Mut dan merebutnya dari tangan orang-orang Ismailiyah. Nashir adalah salah seorang menteri Syams Asy-Syumus dan juga sebelumnya, yaitu ayahnya, Alau`ddin bin Jalaluddin. Hulako memilih Nashir untuk membantunya, seperti seorang perdana menteri.

Ketika Hulako datang dan dia masih merasa mengkhawatirkan pembunuhan khalifah, sang menteri menenangkannya dan menganggap ringan hal itu. Kemudian mereka membunuhnya dengan cara menendangnya, sementara dia dimasukkan di dalam karung, agar darahnya tidak menetes ke tanah. Mereka menanggung dosanya dan dosa orang-orang yang bersamanya seperti; para qadhi, para penguasa, para pemimpin, para pejabat, dan para pembuat undang-undang (Anggota Dewan) di negaranya.

Mereka mendatangi negaranya dan membunuh siapa saja yang dapat mereka bunuh, laki-laki, para wanita, anak-anak, orang-orang tua dan para pemuda. Banyak orang-orang yang melarikan diri dengan masuk ke dalam sumur dan kamar mandi, serta tempat-tempat kotor. Mereka juga bersembunyi selama berhari-hari tidak menampakan diri. Sekelompok orang berkumpul di toko-toko dan mengunci pintunya; lalu orang-orang Tatar membukanya, baik dengan cara dihancurkan atau dibakar, kemudian mereka masuk. Orang-orang pun melarikan diri ke tempat-tempat yang tinggi, tetapi mereka tetap membunuhnya dengan potongan besi, sehingga saluran-saluran air di gang-gang dialiri oleh darah. Begitu juga di masjid-masjid dan tempat-tempat pengungsian.

Tidak ada satu pun dari mereka yang selamat kecuali orang-orang yang meminta jaminan keamanan, yaitu mereka yang dari orang-orang Yahudi dan Nasrani, serta orang-orang yang berlindung pada mereka dan pergi ke rumah menteri Ibnu Al-Alqami Ar-Rafidhi. Sekelompok pedagang meminta jaminan keamanan kepada mereka dengan cara memberi mereka bayaran yang tinggi, supaya mereka dan harta benda mereka selamat.

Baghdad benar-benar menjadi seperti puing-puing yang hancur setelah sebelumnya adalah negeri yang paling indah, tidak ada apa pun di sana, kecuali hanya sedikit orang saja dari mereka yang dalam ketakutan, kelaparan, kehinaan dan kekurangan.

Sebelum peristiwa ini, menteri Ibnu Al-Alqami telah berusaha keras merekayasa para tentara dan banyak menghapus nama mereka dari dewan (sengaj a agar kekuatan semakin berkurang). Sehingga jumlah prajurit di akhir kekuasaan Al-Mustanshir, kurang lebih hanya mencapai seratus ribu orang, sebagian pemimpin dari mereka ada yang seperti raja-raja besar. Dia selalu berusaha untuk mengurangi jumlah mereka sampai mereka hanya tersisa sepuluh ribu saja. Kemudian mengirim surat kepada orang-orang Tatar dan membujuk mereka agar datang ke negerinya serta memudahkan hal itu untuk mereka.

Dia menceritakan situasi dan kondisi yang sebenarnya kepada mereka, dan juga mengungkapan mengenai kelemahan-kelemahan mereka. Semua itu dilakukannya karena ingin melenyapkan Ahlu sunnah, menyebarluaskan bid'ah Syiah dan mengangkat khalifah dari orang-orang Fathimiyah, serta menghabisi para ulama dan mufti (dari Ahlu sunnah). Allah Mahakuasa atas urusannya.

Menteri Ibnu Al-Alqami Ar-Rafidhi si pengkhianat ini sangat membenci ulama-ulama Ahlu sunnah, bahkan kebenciaannya itu hanya dapat disembuhkan dengan membunuh mereka. Salah satu dari mereka yang paling menonjol pada saat itu adalah Syaikh Muhyiddin Yusuf bin Syaikh Abul Faraj bin Al-Jauzi. Beliau dan ketiga anak-anaknya (Abdullah, Abdurrahman dan Abdul Karim) dan para pejabat negara satu persatu diundang untuk datang ke pusat khilafah, kemudian beliau dibawa ke pemakaman Al-Ghilal, lalu disembelih seperti halnya kambing yang sedang disembelih. Dibunuh pula Syaikhnya para Syaikh, penasehat Khalifah Shadruddin Ali bin Nayyar. Para khatib, para imam, dan mereka yang hafal Al-Qur'an juga ikut dibunuh, sehingga menyebabkan masjid-masjid dan shalat berjamaah serta shalat Jumat di Baghdad terhenti selama beberapa bulan.

Menteri Ibnu Al-Alqami -semoga Allah menjelekkan dan melaknatnya- ingin menutup masjid-masjid dan sekolah-sekolah di Baghdad, dan menggantinya dengan masyahid (pusara-pusara) dan perkampungan syiah, serta membangun sekolah yang besar bagi orang-orang Syiah untuk menyebarkan ilmu dan syiar mereka.

Jumlah Korban Pengkhianatan-pengkhianatan Syiah
Ibnu Katsir Rahimahullah berkata, "Orang-orang berbeda pendapat mengenai jumlah kaum muslimin yang tewas di Baghdad dalam peristiwa ini. Ada yang mengatakan delapan ratus ribu, ada yang mengatakan satu juta delapan ratus ribu, dan ada yang mengatakan jumlahnya mencapai dua jutaan jiwa.

Sesungguhnya kita adalah milik Allah dan hanya kepadaNyalah kita kembali.

"Korban-korban tewas yang berada di jalanan, seakan-akan seperti gundukan tanah yang bertumpuk-tumpuk. Ketika hujan turun, mayat-mayat mereka segera berubah dan bangkai-bangkai mereka mengeluarkan bau busuk ke seluruh penjuru kota. Udara menjadi tercemar dan menimbulkan wabah penyakit yang luar biasa di mana-mana, sehingga menyebar dan berterbangan di udara sampai ke negara Syam. Banyak orang yang meninggal akibat perubahan cuaca dan tercemarnya udara. Semua orang menderita akibat kenaikan harga, wabah penyakit, kematian, pembunuhan, dan penyakit th'aun. Sesungguhnya kita adalah milik Allah dan hanya kepada-Nyalah kita kembali.

Setelah mengungkapkan pengkhianatan-pengkhianatan Syiah secara terperinci, saya ingin menyatakan dua hal:

Pertama; Kami hanya dapat mengatakan bahwa kondisi khalifah Abbasiyah pada saat itu sangat jelek, ide dan perencanaannya sangat buruk.

Ibnu Katsir Rahimahullah berkata, "Kekuasaan Bani Abbasiyah tidak dapat menjangkau semua negara, seperti Bani Umayyah yang mampu menundukkan seluruh wilayah, dan seluruh negara. Beberapa negara lepas dari tangan Bani Abbasiyah, sehingga khalifah hanya menguasai Baghdad dan sebagian wilayah Iraq. Ini disebabkan oleh lemahnya khilafah mereka dan kesibukan mereka pada nafsu syahwat dan mengumpulkan harta sepanjang waktu.

Kedua; Yang sangat mengherankan adalah perilaku menteri Syiah ini, bagaiman dia dapat melakukan semua ini? Padahal Khalifah Abbasiyah yang sunni telah berbaik hati padanya dengan mengangkatnya sebagai menterinya, pada saat di mana apabila orang-orang Syiah berkuasa, mereka tidak akan mungkin memberikan kesempatan kepada orang-orang Ahlu sunnah untuk menempati posisi manapun.

Ini adalah masalah yang selalu terjadi pada mereka sampai sekarang. Mengenai situasi Iran saat ini, Ustadz Nashiruddin Al-Hasyimi menjelaskan bagaimana keadaan Ahlu sunnah di sana. Beliau menjelaskan beberapa hal yang tidak boleh dilakukan oleh Ahlu sunnah di sana, seperti; membangun masjid di kota-kota besar, mencetak buku-buku mereka, dan berfatwa untuk mereka dengan madzhab mereka sendiri.

Beliau mengatakan, "Orang-orang Ahlu sunnah dilarang bekerja di kantor-kantor pemerintahan; di mana mereka tidak dipekerjakan di sana, walaupun mereka mengantongi gelar Doktor, baik pada posisi-posisi penting maupun posisi-posisi yang tidak penting. Kecuali hanya sekelompok kecil yang tersisa dari masa pemerintahan sebelumnya di kantor-kantor pemerintahan, itu terjadi setelah aksi pembersihan besar-besaran paska revolusi.

Pembahasan Seputar Motif Pengkhianatan Ibnu Al-Alqami
Tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi pada tahun 655 H Ibnu Katsir berkata, "Pada saat itu di Baghdad terjadi fitnah yang hebat antara orang-orang Syiah dengan orang-orang Ahlu sunnah. Dimana Al-Kurkh dan rumah-rumah orang Syiah ditaklukkan, bahkan termasuk rumah kerabat menteri Ibnu Al-Alqami. Inilah yang menjadi salah satu penyebab paling kuat sehingga dia meminta bantuan kepada orang-orang Tatar.

Namun, mungkin ini hanya salah satu dari motifnya, tetapi motif utama orang Syiah yang jahat ini berkhianat adalah dari akidah yang diyakininya.

Pada permulaan buku ini telah kami jelaskan, bahwa mereka tidak memandang kewajiban jihad kecuali dengan kehadiran Al-Mahdi, yaitu imam mereka yang kedua belas. Al-Kulaini penulis kitab Al-Kafi meriwayatkan dari Abu Abdillah Alaihissalam, beliau berkata, "Setiap bendera yang dikibarkan sebelum datangnya (Al-Mandi), maka orang tersebut adalah thaghut, yang menyembah selain Allah Azza wa Jalla." Riwayat ini juga disebutkan oleh Syaikh mereka, Al-Hur Al-Amili dalam Wasa'il Asy-Syi'ah,

Dalam Shahifah As-Sajadiyah Al-Kamilah disebutkan, "Dari Abu Abdillah Alaihissalam, beliau berkata, 'Tidak keluar dan tidak akan keluar dari kita, Ahlul Bait, sampai datangnya Qa'im kita, seseorang yang menentang kezhaliman atau menegakkan kebenaran melainkan dia akan mengalami penderitaan, dan perbuatannya itu akan menambah kesulitan pada kita dan Syiah kita."

Juru bicara mereka, An-Nuri Ath-Thibrisi meriwayatkan dalam Mustadrak "Dari Abu Ja'far Alaihissalam, beliau berkata, perumpamaan orang yang keluar dari kita Ahlul Bait sebelum datangnya Al-Qa`im Alaihissalam, seperti anak burung yang terbang dan jatuh dari sarangnya, kemudian anak-anak pada mempermainkannya.

Apakah bisa diharapkan mereka mengumumkan jihad melawan orang-orang Tatar atau lainnya, sedangkan mereka menganggap kita sebagai orang-orang kafir, sementara Al-Mahdi mereka belum keluar?


--------------------------------------------------------------------------------
Nota: Petikan Buku Pengkhianatan-pengkhianatan Syiah dan Pengaruhnya Terhadap Kekalahan Umat Islam (terjemahan), oleh Dr Imad Abdus Sami’ Husain, terbitan al-Kautsar