AL - BUKHARI DAN IMAM MUSLIM
by sariono sby
PENDAHULUANby sariono sby
Dalam ilmu hadis, al – hadits adalah pembicaraan yang diriwayatkan atau diasosiasikan kepada Nabi Muhammad SAW. Ringkasnya, segala sesuatu yang berupa berita yang dikatakan berasal dari Nabi disebut al – hadits. Boleh jadi berita itu berwujud ucapan, tindakan, pembiaran ( taqrir ), keadaan, kebiasaan, dan lain – lain.
Allah Subhanahu Wata’ala berfirman (yang artinya), “Dan Kami turunkan kepadamu Adz-Dzikr agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkannya” (An Nahl:44)
Menurut keterangan ulama, yang dimaksud dengan Adz-Dzikr adalah Al-Qur’an dan As-Sunnah. Melalui para ulama dan Ahli Hadits yang terkenal ketakwaannya, kuat hafalannya dan mencurahkan seluruh kehidupannya untuk meneliti dan
memilih hadits mana yang baik (shahih), lemah (tidak diterima periwayatannya) dan palsu, Allah Subhanahu Wata’ala menjaga keduanya sampai hari kiamat.
Adalah Al-Imam Al-Bukhari dan Al-Imam Muslim, dua orang ulama ahli hadits yang pertama kali menyusun kitab hadits yang hanya berisikan hadits-hadits shahih sesuai dengan syaratnya. Metode yang ditempuh dalam penyusunan kitab tersebut adalah dengan memilih periwayat-periwayat yang harus memenuhi persyaratan hadits shahih yaitu sanadnya bersambung sampai Rasulullah, dinukil dari periwayat yang takwa, kuat hafalannya, tidak mudah lupa, tidak ganjil (menyelisihi hadits shahih yang lebih kuat) dan tidak cacat.
Imam Bukhari adalah ahli hadits yang termasyhur diantara para ahli hadits sejak dulu hingga kini bersama dengan Imam Ahmad, Imam Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, An-Nasai, dan Ibnu Majah. Bahkan dalam kitab-kitab fiqih dan hadits, hadits-hadits beliau memiliki derajat yang tinggi. Sebagian menyebutnya dengan julukan Amirul Mukminin fil Hadits (Pemimpin kaum mukmin dalam hal Ilmu Hadits).
Ketika sedang berada di Bagdad, Imam Bukhari pernah didatangi oleh 10 orang ahli hadits yang ingin menguji ketinggian ilmu beliau. Dalam pertemuan itu, 10 ulama tersebut mengajukan 100 buah hadits yang sengaja "diputar-balikkan" untuk menguji hafalan Imam Bukhari. Ternyata hasilnya mengagumkan. Imam Bukhari mengulang kembali secara tepat masing-masing hadits yang salah tersebut, lalu mengoreksi kesalahannya, kemudian membacakan hadits yang benarnya. Ia menyebutkan seluruh hadits yang salah tersebut di luar kepala, secara urut, sesuai dengan urutan penanya dan urutan hadits yang ditanyakan, kemudian membetulkannya. Inilah yang sangat luar biasa dari sang Imam, karena beliau mampu menghafal hanya dalam waktu satu kali dengar.
Imam Muslim dilahirkan di Naisabur pada tahun 202 H atau 817 M. Imam Muslim bernama lengkap Imam Abul Husain Muslim bin al-Hajjaj bin Muslim bin Kausyaz al Qusyairi an Naisaburi. Naisabur, yang sekarang ini termasuk wilayah Rusia, dalam sejarah Islam kala itu termasuk dalam sebutan Maa Wara'a an Nahr, artinya daerah-daerah yang terletak di sekitar Sungai Jihun di Uzbekistan, Asia Tengah. Pada masa Dinasti Samanid, Naisabur menjadi pusat pemerintahan dan perdagangan selama lebih kurang 150 tahun. Seperti halnya Baghdad di abad pertengahan, Naisabur, juga Bukhara (kota kelahiran Imam Bukhari) sebagai salah satu kota ilmu dan pusat peradaban di kawasan Asia Tengah.
Perhatian dan minat Imam Muslim terhadap ilmu hadits memang luar biasa. Sejak usia dini, beliau telah berkonsentrasi mempelajari hadits. Pada tahun 218 H, beliau mulai belajar hadits, ketika usianya kurang dari lima belas tahun. Beruntung, beliau dianugerahi kelebihan berupa ketajaman berfikir dan ingatan hafalan. Ketika berusia sepuluh tahun, Imam Muslim sering datang dan berguru pada seorang ahli hadits, yaitu Imam Ad Dakhili.
Antara al – Bukhari dan Muslim, dalam dunia hadits memiliki kesetaraan dalam keshahihan hadits, walaupun hadits al – Bukhari dinilai memiliki keunggulan setingkat. Namun, kedua kitab hadits tersebut mendapatkan gelar sebagai as – Shahihain.
PEMBAHASAN
I. IMAM AL BUKHARI
A. Sejarah Singkat Imam Bukhari
Imam Bukhari (semoga Allah merahmatinya) lahir di Bukhara, Uzbekistan, Asia Tengah. Nama lengkapnya adalah Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Al-Mughirah bin Bardizbah Al-Ju'fiy Al Bukhari, namun beliau lebih dikenal dengan nama Bukhari. Beliau lahir pada hari Jumat, tepatnya pada tanggal 13 Syawal 194 H (21 Juli 810 M). Kakeknya bernama Bardizbeh, turunan Persi yang masih beragama Zoroaster. Tapi orangtuanya, Mughoerah, telah memeluk Islam di bawah asuhan Al-Yaman el-Ja’fiy. Sebenarnya masa kecil Imam Bukhari penuh dengan keprihatinan. Di samping menjadi anak yatim, juga tidak dapat melihat karena buta (tidak lama setelah lahir, beliau kehilangan penglihatannya tersebut). Ibunya senantiasa berusaha dan berdo'a untuk kesembuhan beliau. Alhamdulillah, dengan izin dan karunia Allah, menjelang usia 10 tahun matanya sembuh secaratotal.
Sejak umur kurang lebih 10 tahun, sudah mempunyai perhatian dalam ilmu – ilmu hadis, bahkan sudah mempunyai hafalan hadis yang tidak sedikit jumlahnya. Pada usia 16 tahun Imam Bukhari telah berhasil menghafalkan beberapa buah buku tokoh ulama yang prominen, seperti Ibnu Mubarak, Waki’, dan lain – lain.
4
Riwayat yang popular tentang kebesaran al – Bukhari sebagai ulama hadis adalah ketika ia memasuki kota Bagdad. Di sana terlibat dalam majelis ulama hadis. Terdapat sepuluh orang ulama yang masing – masing membacakan sepuluh hadis dengan sanad dan matan yang berjungkir balik. Beberapa orang dicoba untuk memberi komentar tentang hadis yang dibacakan tadi. Tidak seorangpun melaksanakan tugas dengan memuaskan. Akhirnya al – Bukhari tampil member komentar satu persatu hadis. Hadis pertama terdapat keterballikan sanad begini, dan matan begini, seharusnya begini. Untuk hadis kedua juga demikian. Demikian ia berkomentar mulai dari hadis pertama hingga hadis kesepuluh, sehingga genap seluruhnya. Tidak seorang ulama pun membantah atas komentar al – Bukhari tersebut. Karenanya tidak heran kalau hadis riwayat al – Bukhari dinilai paling berkualitas dibanding dengan riwayat yang lain.
B. Keluarga dan Guru Imam Bukhari
Bukhari dididik dalam keluarga ulama yang taat beragama. Dalam kitab As-Siqat, Ibnu Hibban menulis bahwa ayahnya dikenal sebagai orang yang wara' dalam arti berhati-hati terhadap hal-hal yang hukumnya bersifat syubhat (ragu-ragu), terlebih lebih terhadap hal-hal yang sifatnya haram. Ayahnya adalah seorang ulama bermadzhab Maliki dan merupakan mudir dari Imam Malik, seorang ulama besar dan ahli fikih. Ayahnya wafat ketika Bukhari masih kecil.
Perhatiannya kepada ilmu hadits yang sulit dan rumit itu sudah tumbuh sejak usia 10 tahun, hingga dalam usia 16 tahun beliau sudah hafal dan menguasai buku-buku seperti "al-Mubarak" dan "al-Waki". Bukhari berguru kepada Syekh Ad-Dakhili, ulama ahli hadits yang
5
masyhur di Bukhara. Pada usia 16 tahun bersama keluarganya, ia mengunjungi kota suci Mekkah dan Madinah, dimana di kedua kota suci itu beliau mengikuti kuliah para guru-guru besar ahli hadits. Pada usia 18 tahun beliau menerbitkan kitab pertamanya "Qudhaya as Shahabah wat Tabi’ien" (Peristiwa-peristiwa Hukum di zaman Sahabat dan Tabi’ien).
Bersama gurunya Syekh Ishaq, beliau menghimpun hadits-hadits shahih dalam satu kitab, dimana dari satu juta hadits yang diriwayatkan oleh 80.000 perawi disaring lagi menjadi 7275 hadits. Diantara guru-guru beliau dalam memperoleh hadits dan ilmu hadits antara lain adalah Ali bin Al Madini, Ahmad bin Hanbali, Yahya bin Ma'in, Muhammad bin Yusuf Al Faryabi, Maki bin Ibrahim Al Bakhi, Muhammad bin Yusuf al Baykandi dan Ibnu Rahwahih. Selain itu ada 289 ahli hadits yang haditsnya dikutip dalam kitab Shahih-nya.
Al – Bukhari tidak menegaskan syarath yang dipergunakan dalam menetapkan keshahihan hadits. Namun demikian para ulama menggali syarath – syarath al – Bukhari dari mempelajari jalan yang ditempuh al – Bukhari. Segala ahli hadis berpendapat, bahwa al – Bukhari memillih perawi – perawi yang terkenal adil dan kokoh ingatan. Sebagaimana para ulama meliti syarath – syarath al – Bukhari dan manhajnya( jalan yang ditempuhnya), juga mereka menggali syarath itu dari nama kitab al – Bukhari sendiri.
C. Karya-karya Imam Bukhari
Karyanya yang pertama berjudul "Qudhaya as Shahabah wat Tabi’ien" (Peristiwa-peristiwa Hukum di zaman Sahabat dan Tabi’ien). Kitab ini ditulisnya ketika masih berusia 18 tahun. Ketika menginjak usia 22 tahun, Imam Bukhari menunaikan ibadah haji ke Tanah
6
Suci bersama-sama dengan ibu dan kakaknya yang bernama Ahmad. Di sanalah beliau menulis kitab "At-Tarikh" (sejarah) yang terkenal itu. Beliau pernah berkata, "Saya menulis buku "At-Tarikh" di atas makam Nabi Muhammad SAW di waktu malam bulan purnama".
Karya Imam Bukhari lainnya antara lain adalah kitab Al-Jami' ash Shahih, Al-Adab al Mufrad, At Tharikh as Shaghir, At Tarikh Al Awsat, At Tarikh al Kabir, At Tafsir Al Kabir, Al Musnad al Kabir, Kitab al 'Ilal, Raf'ul Yadain fis Salah, Birrul Walidain, Kitab Ad Du'afa, Asami As Sahabah dan Al Hibah. Diantara semua karyanya tersebut, yang paling monumental adalah kitab Al-Jami' as-Shahih yang lebih dikenal dengan nama Shahih Bukhari
Syarat – syarat keshahihan hadis menurut Bukhari adalah, pertama: perawi harus memenuhi tingkat kriteria yang paling tinggi dalam hal watak pribadi, keilmuan dan standar akademis. Kedua: harus ada informasi positif tentang para perawi yang menerangkan bahwa mereka saling bertemu muka, dan para murid belajar langsung dari syaikh hadit – nya.
Dalam menghimpun hadits-hadits shahih dalam kitabnya tersebut, Imam Bukhari menggunakan kaidah-kaidah penelitian secara ilmiah dan sah yang menyebabkan keshahihan hadits-haditsnya dapat dipertanggungjawabkan. Ia berusaha dengan sungguh-sungguh untuk meneliti dan menyelidiki keadaan para perawi, serta memperoleh secara pasti kesahihan hadits-haditsyangdiriwayatkannya.
Imam Bukhari senantiasa membandingkan hadits-hadits yang diriwayatkan, satu dengan lainnya, menyaringnya dan memilih mana yang menurutnya paling shahih. Sehingga kitabnya merupakan batu uji dan penyaring bagi hadits-hadits tersebut. Hal ini tercermin dari
7
perkataannya: "Aku susun kitab Al Jami' ini yang dipilih dari 600.000 hadits selama 16 tahun.
Banyak para ahli hadits yang berguru kepadanya, diantaranya adalah Syekh Abu Zahrah, Abu Hatim Tirmidzi, Muhammad Ibn Nasr dan Imam Muslim bin Al Hajjaj (pengarang kitab Shahih Muslim). Imam Muslim menceritakan : "Ketika Muhammad bin Ismail (Imam Bukhari) datang ke Naisabur, aku tidak pernah melihat seorang kepala daerah, para ulama dan penduduk Naisabur yang memberikan sambutan seperti apa yang mereka berikan kepadanya." Mereka menyambut kedatangannya dari luar kota sejauh dua atau tiga marhalah (100 km), sampai-sampai Muhammad bin Yahya Az Zihli (guru Imam Bukhari) berkata : "Barang siapa hendak menyambut kedatangan Muhammad bin Ismail besok pagi, lakukanlah, sebab aku sendiri akan ikut menyambutnya."
D. Wafatnya Imam Bukhari
Suatu ketika penduduk Samarkand mengirim surat kepada Imam Bukhari. Isinya, meminta dirinya agar menetap di negeri itu (Samarkand). Ia pun pergi memenuhi permohonan mereka. Ketika perjalanannya sampai di Khartand, sebuah desa kecil terletak dua farsakh (sekitar 10 Km) sebelum Samarkand, ia singgah terlebih dahulu untuk mengunjungi beberapa familinya. Namun disana beliau jatuh sakit selama beberapa hari yang akhirnya meninggal dunia.
Imam Bukhari meninggal dunia pada hari Jum’at malam Sabtu selesai sembahyang isya’, tepat pada malam ‘idul fitri 1 syawal 256 H ( 31 Agustus 870 M ), dan dikebumikan
8
sehabis sembahyang dhuhur pada hari Sabtu, di Khirtank, suatu kampong tidak jauh dari Samarkand.
II. IMAM MUSLIM
A. Sejarah Singkat Imam Muslim
Nama lengkap Imam Muslim adalah Abu Al – Husain Muslim ibn Al – Hajjaj Al Qusyairy. Beliau dinisbatkan kepada Nisabury karena beliau adalah putera kelahiran Naisabur, pada tahun 204 H ( 820 M ), yakni kota kecil di Iran bagian Timur Laut. Beliau juga di nisbatkan kepada nenek moyangnya Qusyair ibn Ka’ab ibn Rabi’ah ibn Sha – sha’ah suatu keluarga bangsawan besar.
Imam Muslim salah seorang muhaddisin, hahfidh lagi terpercaya terkenal sebagai ulama yang gemar bepergian mencari hadis. Perhatian dan minat Imam Muslim terhadap ilmu hadits memang luar biasa. Sejak usia dini, beliau telah berkonsentrasi mempelajari hadits. Pada tahun 218 H beliau mulai belajar hadits ketika usianya kurang dari lima belas tahun. Beruntung beliau dianugerahi kelebihan berupa ketajaman berfikir dan ingatan hafalan. Ketika berusia sepuluh tahun, Imam Muslim sering datang dan berguru pada seorang ahli hadits, yaitu Imam Ad Dakhili. Setahun kemudian, beliau mulai menghafal hadits Nabi SAW, dan mulai berani mengoreksi kesalahan dari gurunya yang salah menyebutkan periwayatan hadits.
9
Selain kepada Ad Dakhili, Imam Muslim pun tak segan-segan bertanya kepada banyak ulama di berbagai tempat dan negara. Berpetualang menjadi aktivitas rutin bagi dirinya untuk mencari silsilah dan urutan yang benar sebuah hadits. Beliau, misalnya pergi ke Hijaz, Irak, Syam, Mesir dan negara-negara lainnya. Dalam lawatannya itu, Imam Muslim banyak bertemu dan mengunjungi ulama-ulama kenamaan untuk berguru hadits kepada mereka. Di Khurasan, beliau berguru kepada Yahya bin Yahya dan Ishak bin Rahawaih; di Ray beliau berguru kepada Muhammad bin Mahran dan Abu 'Ansan. Di Irak beliau belajar hadits kepada Ahmad bin Hanbal dan Abdullah bin Maslamah; di Hijaz beliau belajar kepada Sa'id bin Mansur dan Abu Mas 'Abuzar; di Mesir beliau berguru kepada 'Amr bin Sawad dan HaramalahbinYahya, dan ulama hadis yang lain.
Bagi Imam Muslim, Baghdad memiliki arti tersendiri. Di kota inilah beliau berkali-kali berkunjung untuk belajar kepada ulama-ulama ahli hadits. Kunjungannya yang terakhir beliau lakukan pada tahun 259 H. Ketika Imam Bukhari datang ke Naisabur, Imam Muslim sering mendatanginya untuk bertukar pikiran sekaligus berguru padanya. Saat itu, Imam Bukhari yang memang lebih senior, lebih menguasai ilmu hadits ketimbang dirinya.
Ketika terjadi fitnah atau kesenjangan antara Bukhari dan Az Zihli, beliau bergabung kepada Bukhari. Sayang, hal ini kemudian menjadi sebab terputusnya hubungan dirinya dengan Imam Az Zihli. Yang lebih menyedihkan, hubungan tak baik itu merembet ke masalah ilmu, yakni dalam hal penghimpunan dan periwayatan hadits-hadits Nabi SAW.
Imam Muslim dalam kitab shahihnya maupun kitab-kitab lainnya tidak memasukkan hadits-hadits yang diterima dari Az Zihli, padahal beliau adalah gurunya. Hal serupa juga beliau lakukan terhadap Bukhari. Tampaknya bagi Imam Muslim tak ada pilihan lain kecuali tidak memasukkan ke dalam Kitab Shahihnya hadits-hadits yang diterima dari kedua gurunya itu. Kendatipun demikian, dirinya tetap mengakui mereka sebagai gurunya.
10
Imam Muslim yang dikenal sangat tawadhu' dan wara' dalam ilmu itu telah meriwayatkan puluhan ribu hadits. Menurut Muhammad Ajaj Al Khatib, guru besar hadits pada Universitas Damaskus, Syria, hadits yang tercantum dalam karya besar Imam Muslim, Shahih Muslim, berjumlah 3.030 hadits tanpa pengulangan. Bila dihitung dengan pengulangan, katanya, berjumlahsekitar10.000hadits.
Dalam khazanah ilmu-ilmu Islam, khususnya dalam bidang ilmu hadits, nama Imam Muslim begitu monumental, setara dengan gurunya, Abu Abdillah Muhammad bin Ismail al-Bukhary al-Ju’fy atau lebih dikenal dengan nama Imam Bukhari.
Sejarah Islam sangat berhutang jasa kepadanya, karena prestasinya di bidang ilmu hadits, serta karya ilmiahnya yang luar biasa sebagai rujukan ajaran Islam, setelah al-Qur’an.
Dua kitab hadits shahih karya Bukhari dan Muslim sangat berperan dalam standarisasi bagi akurasi akidah, syariah dan tasawwuf dalam dunia Islam. Melalui karyanya yang sangat berharga, al-Musnad ash-Shahih, atau al-Jami’ ash-Shahih, selain menempati urutan kedua setelah Shahih Bukhari, kitab tersebut memenuhi khazanah pustaka dunia Islam, dan di Indonesia, khususnya di pesantren-pesantren menjadi kurikulum wajib bagi para santri dan mahasiswa.
Pengembaraan (rihlah) dalam pencarian hadits merupakan kekuatan tersendiri, dan amat penting bagi perkembangan intelektualnya. Dalam pengembaraan ini (tahun 220 H), Imam Muslim bertemu dengan guru-gurunya, dimana pertama kali bertemu dengan Qa’nabi dan yang lainnya, ketika menuju kota Makkah dalam rangka perjalanan haji.
Perjalanan intelektual lebih serius, barangkali dilakukan tahun 230 H. Dari satu wilayah ke wilayah lainnya, misalnya menuju ke Irak, Syria, Hijaz dan Mesir.
Waktu yang cukup lama dihabiskan bersama gurunya al-Bukhari. Kepada guru besarnya ini, Imam Muslim menaruh hormat yang luar biasa. "Biarkan aku mencium kakimu, hai Imam
11
Muhadditsin dan dokter hadits," pintanya, ketika di sebuah pertemuan antara Bukhari dan Muslim. Disamping itu, Imam Muslim memang dikenal sebagai tokoh yang sangat ramah, sebagaimana al-Bukhari yang memiliki kehalusan budi bahasa, Imam Muslim juga memiliki reputasi, yang kemudian populer namanya — sebagaimana disebut oleh Adz-Dzahabi — dengan sebutan muhsin dari Naisabur.
Maslamah bin Qasim menegaskan, "Muslim adalah tsiqat, agung derajatnya dan merupakan salah seorang pemuka (Imam)." Senada pula, ungkapan ahli hadits dan fuqaha’ besar, Imam An-Nawawi, "Para ulama sepakat atas kebesarannya, keimanan, ketinggian martabat, kecerdasan dan kepeloporannya dalam dunia hadits."
B. Karya – karya Imam Muslim
Ada lebih dari dua puluh buku yang ditulis oleh imam Muslim. Yang terkenal adalah Shahih Muslim itu sendiri, nama singkat dari judl aslinya.
Dengan sebutan Shahih Muslim, penulisnya bermaksud menjamin bahwa semua hadis yang terkandung di dalamnya shahih. Menurut penelitian para ulama, persyaratan yang ditetapkan Imam Muslim bagi shahihnya hadis pada dasarnya sama dengan persyaratan yang ditetapkan oleh al – Bukhari. Ibnu Shalah mengatakan bahwa persyaratan Muslim dalam kitab shahihnya adalah :
1. Hadis itu bersambung sanadnya.
2. Diriwayatkan oleh orang kepercayaan ( tsiqat), dari generasi permulaan hingga akhir.
3. Terhindar dari syududz dan illat.
12
Di samping itu ada beberapa contoh karya Muslim di antaranya:
1) Al-Asma’ wal-Kuna, 2) Irfadus Syamiyyin, 3) Al-Arqaam, 4) Al-Intifa bi Juludis Siba’, 5) Auhamul Muhadditsin, 7)At-Tarikh, 8) At-Tamyiz, 9) Al-Jami’, 10) Hadits Amr bin Syu’aib, 11) Rijalul ‘Urwah, 12)Sawalatuh Ahmad bin Hanbal, 13) Thabaqat, 14) Al-I’lal, 15) Al-Mukhadhramin, 16) Al-Musnad al-Kabir, 17) Masyayikh ats-Tsawri, 18) Masyayikh Syu’bah, 19) Masyayikh Malik, 20) Al-Wuhdan, 21) As-Shahih al-Masnad.
C. Wafatnya Imam Muslim
Imam Muslim wafat pada Ahad sore, pada tanggal 25 Rajab 261 H di kampung Nashr Abad, salah satu kampung atau kota di Naisabur.
Beliau mewariskan hasil karya di dalam bidang hadis yang membuktikan keluasan pengetahuannya. Semoga Allah SWT merahmatinya, mengampuni segala kesalahannya, serta menggolongkannya ke dalam golongan orang-orang yang sholeh. Amiin.
III. Pandangan dan kritik terhadap Shahih al – Bukhari dan Imam Muslim
Ibn Hajar al – Asqalani mengemukakan bahwa dalam bab – bab dari kitab shahih al – Bukhari ada beberapa hadis saja, ada yang berisi satu ayat dan satu hadis satu saja, ada yang berisi ayat al – Qur’an tanpa hadis. Imam Bukhari kadang – kadang mengungkapkan hadis dalam keadaan terpotong – potong dan kadang – kadang singkat. Selain itu ada pula hadis – hadis dikemukakan tanpa sanad. Hal ini dilakukan bilamana ternyata haids bersangkutan sudah diketahui atau dikenal secara umum.
13
Selanjutnya jumhur ulama mengakui bahwa Sahih Muslim adalah sanadnya berkualitas baik, tidak banyk pengulangan, sebab suatu hadis yang diletakkan dalam suatu bab tidak diletakkan dalam bab yang lain.
Sebagaimana diketahui bahwa Sahih Muslim sangat mashur dan terknal, namun dalam hal – hal tertentu masih dijumpai kelemahan – kelemahan, sehingga mengakibatkn timbulnya kritikan terhadapnya. Misalnya dalam Sahih Muslim ada 110 orang perawi mendapatkan kritikan dabit dan thiqah sebagaimana yang telah ditentukan. Maka jelaslah dalam Sahih Muslim ada hadis yang sanadnya perlu diteliti, karena tidak memenuhi criteria sebagai hadis Sahih.
KESIMPULAN
1. Dalam terminologi Islam istilah hadits berarti melaporkan/ mencatat sebuah pernyataan dan tingkah laku dari Nabi Muhammad. Namun pada saat ini kata hadits mengalami perluasan makna, sehingga disinonimkan dengan sunnah, maka bisa berarti segala perkataan (sabda), perbuatan, ketetapan maupun persetujuan dari Nabi Muhammad SAW yang dijadikan ketetapan ataupun hukum.
2. Imam Bukhari (semoga Allah merahmatinya) lahir di Bukhara, Uzbekistan, Asia Tengah. Nama lengkapnya adalah Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Al-Mughirah bin Bardizbah Al-Ju'fiy Al Bukhari, namun beliau lebih dikenal dengan nama Bukhari. Beliau lahir pada hari Jumat, tepatnya pada tanggal 13 Syawal 194 H (21 Juli 810 H ).
3. Syarat – syarat keshahihan hadis menurut Bukhari adalah, pertama: perawi harus memenuhi tingkat kriteria yang paling tinggi dalam hal watak pribadi, keilmuan dan standar akademis. Kedua: harus ada informasi positif tentang para perawi yang menerangkan bahwa mereka saling bertemu muka, dan para murid belajar langsung dari syaikh hadit – nya.
4. Nama lengkap Imam Muslim adalah Abu Al – Husain Muslim ibn Al – Hajjaj Al Qusyairy. Beliau dinisbatkan kepada Nisabury karena beliau adalah putera kelahiran Naisabur, pada tahun 204 H ( 820 M ), yakni kota kecil di Iran bagian Timur Laut. Beliau juga di nisbatkan kepada nenek moyangnya Qusyair ibn Ka’ab ibn Rabi’ah ibn Sha – sha’ah suatu keluarga bangsawan besar.
5. Baik hadis Sahih Bukhari dan Imam Muslim keduanya mempunyai celah untuk dikritik oleh ulama hadis yang lain.