PENDAHULUAN
Kekuasaan dinasti Bani Abbas atau khalifah Abbasiyah, sebagaimana kita ketahui adalah melanjutkan kekuasaan dinasti Bani Umayyah. Dinasti Abbasiyah didirikan oleh Abdullah Al Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullahibn al-Abbas.
Masa pemerintahan Abu al – Abbas, pendiri dinasti ini, sangat singkat, yaitu dari tahun 750 M sampai 754 M. karena itu Pembina sebenarnya dari daulat Abbasiah adalah Abu Ja’far al – Mansur (754 – 775).
Ia banyak berjasa dalam membangun pemerintahan dinasti bani Abbas. Pada tahun 762 M, Abu ja’far al-Manshur memindahkan ibukota dari Damaskus ke Hasyimiyah, kemudian dipindahkan lagi ke Baghdad dekat dengan Ctesiphon, bekas ibukota Persia. Oleh karena itu, ibukota pemerintahan Dinasti Bani Abbas berada di
tengah-tengah bangsa Persia. Abu ja’far al-Manshur juga digambarkan sebagai orang yang kuat dan tegas, di tangannyalah Abbasiyah mempunyai pengaruh yang kuat. Pada masa pemerintahannya Baghdad sangatlah disegani oleh kekuasaan Byzantium.
Dalam periode pertama, sebenarnya banyak tantangan dan gangguan yang dihadapai dinasti Abassiyah. Beberapa gerakan politik yang merongrong pemerintah dan mengganggu stabilitas muncul dimana – mana, baik gerakan dari kalangan intern bani Abbas sendiri maupundari luar. Namun , semuanya dapat diatasi dengan baik. Keberhasilan ini semakin memantapkan posisi dan kedudukan mereka sebagai pemimpin yang tangguh. Kekuasaan betul – betul ditangan khalifah. Keadaan ini sangat berbeda dengan periode sesudahnya, dimana para khalifah sangat lemah.
Perkembangan peradaban dan kebudayaan serta kemajuan besar yang dicapai dinasti Abbasiyah pada periode pertama telah mendorong para penguasa untuk hidup mewah. Setiap khalifah cenderung ingin lebih mewah dari pendahulunya. Kehidupan mewah khalifah – khalifah ini ditiru oleh para hartawan dan anak – anak pejabat. Kecenderungan bermewah – mewah, ditambah dengan kelemahan khalifah dan faktor lainnya menyebabkan roda pemerintahan tergannggu dan rakyat menjadi miskin. Kondisi ini memberi peluang kepada tentara profesional asal Turki yang semula diangkat oleh khallifah al – Mu’tashim untuk mengambil kendali pemerintahan. Usaha mereka berhasil sehingga kekuasaan sesungguhnya berada ditangan mereka, sementara kekuasaan bani Abbas di dalam khilafah Abbasiyah yang didirikannya mulai pudar, dan ini merupakan awal dari keruntuhan dinasti ini yang menyebabkan terjadinya disintegrasi. Kata disintegrasi bisa diartikan dengan, “ keadaan tidak bersatu padu; keadaan terpecah belah.”
Ada kemungkinan bahwa para khalifah Abbasiyah sudah cukkup puas dengan pengakuan nominal dari propinsi – propinsi tertentu dengan pembayaran upeti. Alasannya, pertama, mungkin para khalifah tidak cukup kuat untuk membuat mereka tunduk kepadanya, kedua, penguasaBani Abbas lebih menitik beratkan pada pembinaan peradaban dan kebudayaan dari pada politik dan ekspansi.
Akibat dari kebijakan yang demikian maka propinsi – propinsi tertentu dipinggiran mulai melepaskan diri dari genggaman penguasa Bani Abbas. Ini bisa terjadi dalam salah satu dari dua cara: pertama, seorang pemimpin lokal memimpin suatu pemberontakan dan berhasil memperoleh kemerdekaan penuh. Kedua, seseorang yang ditunjuk menjadi gubernur oleh khalifah, kedudukannya semakin bertambah kuat, seperti daulat Aghlabiyah di Tunisia dan Thahiriyyah di Khurasan.
Disamping itu masih banyak dinasti – dinasti kecil pada masa Abbasiyah di barat Baghdad yang berdiri, di antaranya : Idrisiyah, Aghlabiyah, Thuluniyah, Ikhsidisiyah, Hamdaniyah dan Qaramitah.
PEMBAHASAN
Disintegrasi dalam bidang politik sebenarnya sudah mulai terjadi di akhir zaman Bani Umayyah. Akan tetapi berbicara tentang politik Islam dalam lintasan sejarah, akan terlihat perbedaan antara pemerintahan Bani Umayyah dengan pemerintahan Bani Abbas. Wilayah kekuasaan Bani Umayyah, mulai dari awal berdirinya sampai masa keruntuhannya, sejajar dengan batas-batas wilayah kekuasaan Islam. Hal ini tidak seluruhnya benar untuk diterapkan pada pemerintahan Bani Abbas. Kekuasaan dinasti ini tidak pernah diakui di Spanyol dan seluruh Afrika Utara, kecuali Mesir yang bersifat sebentar-sebentar dan kebanyakan bersifat nominal. Bahkan dalam kenyataanya banyak daerah tidak dikuasai oleh khalifah.Secara riil, daerah-daerah itu berada di bawah kekuasaan gubernur-gubernur propinsi bersangkutan.
Akibatnya banyak propinsi-propinsi tertentu di pinggiran mulai lepas dari genggaman penguasa Bani Abbas, diantaranya :
A. Dinasti Idrisi di Maroko (172 H-375 H / 788 M-985 M)
Kerajaan ini didirikan oleh Indris bin Abdullah, cucu Hasan putra Ali. Dia adalah salah seorang tokoh bani Alawiyyin (nisyah Ali bin Abu Thalib). Pada tahun 172 H/788 M, Idris dilantik sebagai imam, dan terbentuklah kerajaan Idrisi dengan ibu kota Walila. Namun masa pemerintahannya hanya bertahan selama 5 tahun.
Selanjutnya Idris bin Idris bin Abdullah (Idris II) menggantikan ayahnya sebagai pemerintah (177 H/793 M). Dengan pusat pemerintahannya dipindahkan ke Fes sebagai Ibu kota yang baru pada tahun 192 H.Ketika Idris II wafat, Pemerintahannya diganti oleh
Muhammad Al-Muntashir (213 H / 828 M). Pada masa ini, kerajaan Idrisi berpecah-pecah. Akibatnya kerajaan menjadi lemah, terutama selepas Muhammad Al-Muntashir meninggal, pemerintahannya semakin rapuh.Kerajaan indrisi adalah kerajaan Syiah pertama dalam sejarah. Zaman kerajaan Indrisi (172-314 H/789-926 M) adalah suatu jangka waktu yang cukup lama dibandingkan dengan kerajaan-kerajaan yang lain. Dalam aspek dakwahnya, Idrisi yang membawa Islam dan mampu meyakinkan penduduk Maroko dan sekitarnya.
B. Dinasti Aghlabi (184 H-296 H / 800 M-908 M).
Dinasti Aghlabiyah adalah salah satu Dinasti Islam di Afrika Utara yang berkuasa selama kurang lebih l00 tahun (800-909 M). Wilayah kekuasaannya meliputi Ifriqiyah, Algeria dan Sisilia. Dinasti ini didirikan oleh Ibnu Aghlab.
Aghlabiyah memang merupakan Dinasti kecil pada masa Abbasiyah, yang para penguasanya adalah berasal dari keluarga Bani al-Aghlab, sehingga Dinasti tersebut dinamakan Aghlabiyah. Awal mula terbentuknya Dinasti tersebut yaitu ketika Baghdad di bawah pemerintahan Harun ar-Rasyid. Di bagian Barat Afrika Utara, terdapat dua bahaya besar yang mengancam kewibawaannya. Pertama dari Dinasti Idris yang beraliran Syi’ah dan yang kedua dari golongan Khawarij.Dengan adanya dua ancaman tersebut terdoronglah Harun ar-Rasyid untuk menempatkan bala tentaranya di Ifrikiah di bawah pimpinan Ibrahim bin Al-Aghlab. Setelah berhasil mengamankan wilayah tersebut, Ibrahim bin al-Aghlab mengusulkan kepadaHarun ar-Rasyid supaya wilayah tersebut dihadiahkan kepadanya dan anak keturunannyasecara permanen. Karena jika hal itu terjadi, maka ia tidak hanya mengamankan dan memerintah wilayah tersebut, akan tetapi juga mengirim upeti ke
Baghdad setiap tahunnya sebesar 40.000 dinar. Harun ar-Rasyid menyetujui usulannya, sehingga berdirilah Dinastikecil (Aghlabiyah) yang berpusat di Ifrikiah yang mempunyai hak otonomi penuh. Meskipundemikian masih tetap mengakui akan kekhalifahan Baghdad .Pendiri Dinasti ini adalah Ibrahim ibn al-Aghlab pada tahun 800 M. Pada tahun itu Ibrahim diberi provinsi Ifriqiyah (Tunisia Modern) oleh Harun al-Rasyid sebagai imbalan atas pajak tahunan yang besarnya 40.000 dinar dan meliputi hak-hak otonom yang besar. Untuk menaklukkan wilayah baru dibutuhkan suatu proses yang panjang dan perjuangan yang besar, namun tidak seperti Ifriqiyyah yang sifatnya adalah pemberian.Dinasti Aglabiyah berkuasa kurang lebih dari satu abad, mulai dari tahun 800-909 M.
Nama Dinasti Aglabiyah ini diambil dari nama ayah Amir yang pertama, yaitu Ibrahim bin al-Aglab. Ia adalah seorang pejabat Khurasan dalam militer Abbasiyah. Pada tahun 800 M. Ibrahim I diangkat sebagai Gubernur (Amir) di Tunisia oleh Khalifah Harun ar-Rasyid.
Karena ia sangat pandai menjaga hubungan dengan Khalifah Abbasiyah seperti membayarpajak tahunan yang besar, maka Ibrahimi I diberi kekuasaan oleh Khalifah, meliputi hakhakotonomi yang besar seperti kebijaksanaan politik, termasuk menentukan penggantinyatanpa campur tangan dari penguasa Abbasiyah. Hal ini dikarenakan jarak yang cukup jauhantara Afrika Utara dengan Bagdad. Sehingga Aglabiyah tidak terusik oleh pemerintahanAbbasiyah.
Para penguasa Dinasti Aghlabiyah yang pernah memerintah adalah sebagai berikut :
1. Ibrahim (179 H/795 M)
2. Abdullah I (197 H/812 M)
3. Ziyaadatullah (210 H/817 M)
4. Abu Ilqal Al-Aghlab (223 H/838 M)
5. Muhammad I (226 H/841 M)
6. Ahmad (242 H/856 M)
7. Ziyaadatullah II (248 H/863 M)
8. Abu Al-gharaniq Muhammad II (250 H/863 M)
9. Ibrahim II (261 H/875 M)
10. Abdullah II (289 H/902 M)
11. Ziyaadatullah III (290-296 H/903-909 M)
Aghlabiyah adalah pembangun yang penuh semangat. Di antara bangunan-bangunan
peninggalan Aghlabiah adalah:
a. Pembangunan kembali Masjid Agung Qayrawan oleh Ziyadatullah I
b. Pembangunan Masjid Agung Tunis oleh Ahmad.
c. Pembangunan karya-karya pertanian dan irigasi yang bermanfaat, khususnya di
Ifriqiyah selatan yang kurang subur.
Menjelang akhir abad IX, posisi Aghlabiah di Ifqriqiyah menjadi merosot. Hal ini
disebabkan karena amir terakhirnya yaitu Ziyadatullah III tenggelam dalam kemewahan
(berfoya-foya), dan seluruh pembesarnya tertarik pada Syi’ah, juga propaganda Syi’iah, Abu Abdullah. Perintis Fatimiyah, Mahdi Ubaidillah mempunyai pengaruh yang cukup besar di Barbar, yang akhirnya menimbulkan pemberontakan militer, dan Dinasti Aghlabiyah dikalahkan oleh Fatimiyah (909 M), Ziyadatullah III diusir ke Mesir setelah melakukan upaya-upaya yang sia-sia demi untuk mendapatkan bantuan dari Abbasiah untuk menyelamatkan Aghlabiah.
C. Dinasti Thulun di Mesir (254 H-292 H / 868 M-967 M)
Tuluniyah adalah sebuah dinasti yang muncul dan berkuasa di Mesir dan Suriah, independent dari khalifah-khalifah Abbasiyah. Ia merupakan sebuah kerajaan yang mendapat kuasa otonomi dari kerajaan pusat di Bagdad. Kerajaan ini memerintah Mesir dan Suria di antara tahun 254 – 292 H / 868 – 905 M dan pendirinya ialah Ahmad bin Tulun, seorang panglima Turki.
Pendiri Dinasti Thulun yang berumur pendek (Daulah 868-905) di Mesir dan Suriah adalah Ahmad Ibn Thulun. Ahmad bin Thulun Lahir 23 Ramadhan 220 abad ke-3 Hijriah.
Dinasti Thulun adalah dinasti kesultanan Mesir pertama dan berhasil memasukkan Syria ke dalam wilayah kekuasaannya. Awal garis keturunan Thulun adalah seorang budak yang dihadiahkan kepada Khalifah Ma’mun dari Dinasti Abbasiah oleh seorang penguasa dari Bukhara.
Putra Thulun, yaitu Ahmad bin Thulun mendirikan dinasti raja-raja yang berkuasadiMesir danSyria dari tahun 254 hingga 292 H. Kemampuan militernya yang menonjol menjadikanThulun terpilih sebagai anggota pasukan khusus pengawal Khalifah. Meski termasuk dalam jajaran pembesar militer, literatur sejarah tak pernah mencatat keterlibatanThulun dalam peristiwa revolusi yang dilakukan oleh budak-budak berkebangsaan Turki (Mamalik) pasca meninggalnya al-Mu’tashim tahun 842 M.
Ayahnya adalah seorang turki dari Farghanah, Pada 817 dipersembahkan oleh penguasa Samaniyah di Bukhara sebagai hadiah untuk al-Ma’mun. Pada 868, Ahmad berangkat ke Mesir sebagai pimpinan tentara untk gubernur mesir. Di sini ia segera berusaha mendapatkan kemerdekaan dirinya. Ketika menghadapi tekanan keuangan karena adanya pembrontakan wangsa zanj, Khalifah al-Mu’tamid (870-892) meminta bantuan finansial kepada komandan
pasukannya yang orang mesir itu, tetapi permintaan itu tidak dipenuhi. Peristiwa ini menjadi titik balik yang mengubah sejarah kehidpan Mesir selanjutnya. Peristiwa ini juga menandai bangkitmya sebuah Negara merdeka dilembah sungai Nil yang kedaulatannya bertahan selama abad pertengahan.
Pada tahun 254 H/868 M, Ibn Tulun dihantar ke Mesir sebagai wakil pemerintahan. Semasa Baghdad mengalami krisis, Ibn Tulun memanfaatkan situasi ini dan kemudian melepaskan Baghdad.Dalam membangun negeri, beliau menciptakan stabilitas keamanan dalam negeri. Selepas itu ia memperhatikan juga, di bidang ekonomi. Dalam bidang keamanan, ia membangun angkatan perang, dengan kekuatan tentaranya, memperluas wilayahnya hingga ke Syam.Selepas Ibn Tulun (279 H/884 M), kepemimpinan diteruskan oleh Khumarawaih (270 H/884 M), Jaisy (282 H /896 M), Harun (283 H/896 M) dan Syaiban (292 H/905 M).
Kematian Khumarawih pada 895 (282H) merupakan awal kemunduran dinasti itu. Persaingan yang hebat antara unsure-unsur pembesar dinasti telah memecah persatuan dalam dinasti. Amir yang ketiga, Abu al-Asakir bin khumarawih, dilawan oleh sebagian pasukannya dan dapat disingkirkan (896/283 H) Adiknya yang baru berusia 14 tahun, Harun bin Khumarawih, diangkat sebagai amir yang keempat. Akan tetapi kelemahan sudah sedemikian rupa, sehingga wilayah syam dapat direbut oleh pasukan Qaramitah. Amirnya yang kelima , Syaiban bin Ahmad bin thulun, hanya 12 hari saja memerintah, karena ia menyerah ke tangan pasukan Bani Abbas yang menyerang Mesirpada 905 (292H), dan demikian berakhirlah riwayat dinasti Thuluniyah.
D. Dinasti Ikhsyidiyah (323 H- 357 H / 934 M-967 M)
Dinasti Ikhsyidiyah berdiri pada tahun 323-358M.yang didirikan oleh Muhammad Ibn Tugj yang berasal dari Turki,berkuasa di Mesir setelah Tuluniyah.Ibn Tugj menjadi gubernur Mesir sebagai hadiah dari Abbasiyah setelah dapat mempertahankan wilayah Nil itu dari serangan kaum Fatimiyah yang berpusat diAfrika Utara.Ia diberi gelar Ikhsyid yang berarti pangeran atau penguasa menurut istilah yang biasa dipakai di Sogdia dan Fargana,oleh khalifah ar-Radi yang Abbasi itu.Ia mempertahankan gelar Amir al-Umara,panglima tertinggi bagi khalifah.Serangan bertubi-tubi dari Fatimiyah sepanjang pemerintahan Ikhsyidiyah menyebabkan dinasti ini tidak lama memegang tampuk kekuasaan di Mesir,dan pada akhirnya Ikhsyidiyah menyerah kalah terhadap Fatimiyah yang telah menguat di Afrika Utara,di bawah panglimanya,Jauhar as-Siqili.
Pada tahun 358 H/969 M, kerajaan Ikhsidi berakhir .Sejarah sumbangan kerajaan ini , ilmu pengetahuan dan budaya, lahirlah ilmuan seperti abu Ishaq al-Mawazi, Hasan ibn Rasyid al-Mishri dll. Ikhsidi juga mewariskan bangunan megah seperti Istana al-Mukhtar di Raudah dan Taman Bustan al-Kafuri.
E. Dinasti Hamdaniah (317 H – 399 H / 929 M – 1009 M)
Ketika kerajaan Ikhsidi berkuasa di Utara Mesir, muncul kerajaan lain yaitu kerajaan Hamdani yang berpaham Syiah. Nama kerajaan berasal dari nama pendirinya yaitu, Hamdan ibn Hamdun, yang berasal dari suku Arab Taghlib. Kerajaan ini terbagi menjadi dua pihak, Mosul dan Aleppo.
Pihak Mosul dengan para pemerintahannya :
1. Abu al-Hayja Abdullah (293 H/905 M)
2. Nashir al-Daulah al-Hasan (17 H/929 M)
3. Uddad al-daulah Abu taghlib (358 H/ 969 M)
4. Ibrahim dan Al-Husein (379-389 H/981-991 M)
Pihak Alleppo dengan pemerintahannya seperti :
1. Saif al-daulah Ali (33 H/945)
2. Sa’d al-daulah syarif I (356 H/967 M)
3. Sa’id al-daulah sa’id (381 H/991 M)
4. Ali II (392 H /1002 M)
5. Syarif II (394 H/1004 M)
Kerajaan Hamdani terkenal sebagai pelindung sastera Arab terutama Saif al-Daulah. Beberapa tokoh ternama seperti al-Farabi, Al-Isfahani dan Abu al-Firus. Kerajaan Hamdani adalah benteng kekuatan dari pada serangan Rom ke wilayah kekuasaan islam.
Selepas tahun 356 H dan 358 H, kerajaan Hamdani merosot dari tangan-tangan penggantinya. Pada umumnya mereka saling berebut kekuasaan antara keluarga sendiri. Akibatnya mereka jatuh ke tangan Kerajaan Fatamiah.
F. Dinasti Qaramitah
Qirmit bermakna melangkah pendek apabila berjalan. Ini kerana Hamdan dilihat pada zahirnya sebagai seorang yang bersifat zuhud dan fakir. Dia menetap di kampung daerah Teluk Parsi dengan mendirikan sebuah kawasan dan menamakannya dengan Darul Hijrah
kononnya mengikut contoh nabi. Selepas berjaya mendapat pengaruh, dia menyebarkan ajarannya di daerah sekitarnya. Dinasti Qaramitah dimulai di tahun 874 M olah Hamdan Qirmit. Ia seorang penganut fahamSyi'ah Ismailiah di Irak.Di tahun 899 M kaum Qaramitah ini dapat membentuk negara merdeka di Teluk Persia, yang kemudian menjadi pusat kegiatan merekadalam menentang kekuasaan Bani Abbas. Di tahun 930 M, serangan serangan mereka meluas sampai sejauh Mekkah. Sewaktu pulang mereka bawa lari al-Hajr al-Aswad yang dikembalikan baru dua puluh tahun kemudian.
KESIMPULAN
Kekuasaan dinasti Bani Abbas atau khalifah Abbasiyah, sebagaimana kita ketahui adalah melanjutkan kekuasaan dinasti Bani Umayyah. Dinasti Abbasiyah didirikan oleh Abdullah Al Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullahibn al-Abbas.
Masa pemerintahan Abu al – Abbas, pendiri dinasti ini, sangat singkat, yaitu dari tahun 750 M sampai 754 M. karena itu Pembina sebenarnya dari daulat Abbasiah adalah Abu Ja’far al – Mansur (754 – 775).
Ia banyak berjasa dalam membangun pemerintahan dinasti bani Abbas. Pada tahun 762 M, Abu ja’far al-Manshur memindahkan ibukota dari Damaskus ke Hasyimiyah, kemudian dipindahkan lagi ke Baghdad dekat dengan Ctesiphon, bekas ibukota Persia. Oleh karena itu, ibukota pemerintahan Dinasti Bani Abbas berada di
tengah-tengah bangsa Persia. Abu ja’far al-Manshur juga digambarkan sebagai orang yang kuat dan tegas, di tangannyalah Abbasiyah mempunyai pengaruh yang kuat. Pada masa pemerintahannya Baghdad sangatlah disegani oleh kekuasaan Byzantium.
Dalam periode pertama, sebenarnya banyak tantangan dan gangguan yang dihadapai dinasti Abassiyah. Beberapa gerakan politik yang merongrong pemerintah dan mengganggu stabilitas muncul dimana – mana, baik gerakan dari kalangan intern bani Abbas sendiri maupundari luar. Namun , semuanya dapat diatasi dengan baik. Keberhasilan ini semakin memantapkan posisi dan kedudukan mereka sebagai pemimpin yang tangguh. Kekuasaan betul – betul ditangan khalifah. Keadaan ini sangat berbeda dengan periode sesudahnya, dimana para khalifah sangat lemah.
Perkembangan peradaban dan kebudayaan serta kemajuan besar yang dicapai dinasti Abbasiyah pada periode pertama telah mendorong para penguasa untuk hidup mewah. Setiap khalifah cenderung ingin lebih mewah dari pendahulunya. Kehidupan mewah khalifah – khalifah ini ditiru oleh para hartawan dan anak – anak pejabat. Kecenderungan bermewah – mewah, ditambah dengan kelemahan khalifah dan faktor lainnya menyebabkan roda pemerintahan tergannggu dan rakyat menjadi miskin. Kondisi ini memberi peluang kepada tentara profesional asal Turki yang semula diangkat oleh khallifah al – Mu’tashim untuk mengambil kendali pemerintahan. Usaha mereka berhasil sehingga kekuasaan sesungguhnya berada ditangan mereka, sementara kekuasaan bani Abbas di dalam khilafah Abbasiyah yang didirikannya mulai pudar, dan ini merupakan awal dari keruntuhan dinasti ini yang menyebabkan terjadinya disintegrasi. Kata disintegrasi bisa diartikan dengan, “ keadaan tidak bersatu padu; keadaan terpecah belah.”
Ada kemungkinan bahwa para khalifah Abbasiyah sudah cukkup puas dengan pengakuan nominal dari propinsi – propinsi tertentu dengan pembayaran upeti. Alasannya, pertama, mungkin para khalifah tidak cukup kuat untuk membuat mereka tunduk kepadanya, kedua, penguasaBani Abbas lebih menitik beratkan pada pembinaan peradaban dan kebudayaan dari pada politik dan ekspansi.
Akibat dari kebijakan yang demikian maka propinsi – propinsi tertentu dipinggiran mulai melepaskan diri dari genggaman penguasa Bani Abbas. Ini bisa terjadi dalam salah satu dari dua cara: pertama, seorang pemimpin lokal memimpin suatu pemberontakan dan berhasil memperoleh kemerdekaan penuh. Kedua, seseorang yang ditunjuk menjadi gubernur oleh khalifah, kedudukannya semakin bertambah kuat, seperti daulat Aghlabiyah di Tunisia dan Thahiriyyah di Khurasan.
Disamping itu masih banyak dinasti – dinasti kecil pada masa Abbasiyah di barat Baghdad yang berdiri, di antaranya : Idrisiyah, Aghlabiyah, Thuluniyah, Ikhsidisiyah, Hamdaniyah dan Qaramitah.
PEMBAHASAN
Disintegrasi dalam bidang politik sebenarnya sudah mulai terjadi di akhir zaman Bani Umayyah. Akan tetapi berbicara tentang politik Islam dalam lintasan sejarah, akan terlihat perbedaan antara pemerintahan Bani Umayyah dengan pemerintahan Bani Abbas. Wilayah kekuasaan Bani Umayyah, mulai dari awal berdirinya sampai masa keruntuhannya, sejajar dengan batas-batas wilayah kekuasaan Islam. Hal ini tidak seluruhnya benar untuk diterapkan pada pemerintahan Bani Abbas. Kekuasaan dinasti ini tidak pernah diakui di Spanyol dan seluruh Afrika Utara, kecuali Mesir yang bersifat sebentar-sebentar dan kebanyakan bersifat nominal. Bahkan dalam kenyataanya banyak daerah tidak dikuasai oleh khalifah.Secara riil, daerah-daerah itu berada di bawah kekuasaan gubernur-gubernur propinsi bersangkutan.
Akibatnya banyak propinsi-propinsi tertentu di pinggiran mulai lepas dari genggaman penguasa Bani Abbas, diantaranya :
A. Dinasti Idrisi di Maroko (172 H-375 H / 788 M-985 M)
Kerajaan ini didirikan oleh Indris bin Abdullah, cucu Hasan putra Ali. Dia adalah salah seorang tokoh bani Alawiyyin (nisyah Ali bin Abu Thalib). Pada tahun 172 H/788 M, Idris dilantik sebagai imam, dan terbentuklah kerajaan Idrisi dengan ibu kota Walila. Namun masa pemerintahannya hanya bertahan selama 5 tahun.
Selanjutnya Idris bin Idris bin Abdullah (Idris II) menggantikan ayahnya sebagai pemerintah (177 H/793 M). Dengan pusat pemerintahannya dipindahkan ke Fes sebagai Ibu kota yang baru pada tahun 192 H.Ketika Idris II wafat, Pemerintahannya diganti oleh
Muhammad Al-Muntashir (213 H / 828 M). Pada masa ini, kerajaan Idrisi berpecah-pecah. Akibatnya kerajaan menjadi lemah, terutama selepas Muhammad Al-Muntashir meninggal, pemerintahannya semakin rapuh.Kerajaan indrisi adalah kerajaan Syiah pertama dalam sejarah. Zaman kerajaan Indrisi (172-314 H/789-926 M) adalah suatu jangka waktu yang cukup lama dibandingkan dengan kerajaan-kerajaan yang lain. Dalam aspek dakwahnya, Idrisi yang membawa Islam dan mampu meyakinkan penduduk Maroko dan sekitarnya.
B. Dinasti Aghlabi (184 H-296 H / 800 M-908 M).
Dinasti Aghlabiyah adalah salah satu Dinasti Islam di Afrika Utara yang berkuasa selama kurang lebih l00 tahun (800-909 M). Wilayah kekuasaannya meliputi Ifriqiyah, Algeria dan Sisilia. Dinasti ini didirikan oleh Ibnu Aghlab.
Aghlabiyah memang merupakan Dinasti kecil pada masa Abbasiyah, yang para penguasanya adalah berasal dari keluarga Bani al-Aghlab, sehingga Dinasti tersebut dinamakan Aghlabiyah. Awal mula terbentuknya Dinasti tersebut yaitu ketika Baghdad di bawah pemerintahan Harun ar-Rasyid. Di bagian Barat Afrika Utara, terdapat dua bahaya besar yang mengancam kewibawaannya. Pertama dari Dinasti Idris yang beraliran Syi’ah dan yang kedua dari golongan Khawarij.Dengan adanya dua ancaman tersebut terdoronglah Harun ar-Rasyid untuk menempatkan bala tentaranya di Ifrikiah di bawah pimpinan Ibrahim bin Al-Aghlab. Setelah berhasil mengamankan wilayah tersebut, Ibrahim bin al-Aghlab mengusulkan kepadaHarun ar-Rasyid supaya wilayah tersebut dihadiahkan kepadanya dan anak keturunannyasecara permanen. Karena jika hal itu terjadi, maka ia tidak hanya mengamankan dan memerintah wilayah tersebut, akan tetapi juga mengirim upeti ke
Baghdad setiap tahunnya sebesar 40.000 dinar. Harun ar-Rasyid menyetujui usulannya, sehingga berdirilah Dinastikecil (Aghlabiyah) yang berpusat di Ifrikiah yang mempunyai hak otonomi penuh. Meskipundemikian masih tetap mengakui akan kekhalifahan Baghdad .Pendiri Dinasti ini adalah Ibrahim ibn al-Aghlab pada tahun 800 M. Pada tahun itu Ibrahim diberi provinsi Ifriqiyah (Tunisia Modern) oleh Harun al-Rasyid sebagai imbalan atas pajak tahunan yang besarnya 40.000 dinar dan meliputi hak-hak otonom yang besar. Untuk menaklukkan wilayah baru dibutuhkan suatu proses yang panjang dan perjuangan yang besar, namun tidak seperti Ifriqiyyah yang sifatnya adalah pemberian.Dinasti Aglabiyah berkuasa kurang lebih dari satu abad, mulai dari tahun 800-909 M.
Nama Dinasti Aglabiyah ini diambil dari nama ayah Amir yang pertama, yaitu Ibrahim bin al-Aglab. Ia adalah seorang pejabat Khurasan dalam militer Abbasiyah. Pada tahun 800 M. Ibrahim I diangkat sebagai Gubernur (Amir) di Tunisia oleh Khalifah Harun ar-Rasyid.
Karena ia sangat pandai menjaga hubungan dengan Khalifah Abbasiyah seperti membayarpajak tahunan yang besar, maka Ibrahimi I diberi kekuasaan oleh Khalifah, meliputi hakhakotonomi yang besar seperti kebijaksanaan politik, termasuk menentukan penggantinyatanpa campur tangan dari penguasa Abbasiyah. Hal ini dikarenakan jarak yang cukup jauhantara Afrika Utara dengan Bagdad. Sehingga Aglabiyah tidak terusik oleh pemerintahanAbbasiyah.
Para penguasa Dinasti Aghlabiyah yang pernah memerintah adalah sebagai berikut :
1. Ibrahim (179 H/795 M)
2. Abdullah I (197 H/812 M)
3. Ziyaadatullah (210 H/817 M)
4. Abu Ilqal Al-Aghlab (223 H/838 M)
5. Muhammad I (226 H/841 M)
6. Ahmad (242 H/856 M)
7. Ziyaadatullah II (248 H/863 M)
8. Abu Al-gharaniq Muhammad II (250 H/863 M)
9. Ibrahim II (261 H/875 M)
10. Abdullah II (289 H/902 M)
11. Ziyaadatullah III (290-296 H/903-909 M)
Aghlabiyah adalah pembangun yang penuh semangat. Di antara bangunan-bangunan
peninggalan Aghlabiah adalah:
a. Pembangunan kembali Masjid Agung Qayrawan oleh Ziyadatullah I
b. Pembangunan Masjid Agung Tunis oleh Ahmad.
c. Pembangunan karya-karya pertanian dan irigasi yang bermanfaat, khususnya di
Ifriqiyah selatan yang kurang subur.
Menjelang akhir abad IX, posisi Aghlabiah di Ifqriqiyah menjadi merosot. Hal ini
disebabkan karena amir terakhirnya yaitu Ziyadatullah III tenggelam dalam kemewahan
(berfoya-foya), dan seluruh pembesarnya tertarik pada Syi’ah, juga propaganda Syi’iah, Abu Abdullah. Perintis Fatimiyah, Mahdi Ubaidillah mempunyai pengaruh yang cukup besar di Barbar, yang akhirnya menimbulkan pemberontakan militer, dan Dinasti Aghlabiyah dikalahkan oleh Fatimiyah (909 M), Ziyadatullah III diusir ke Mesir setelah melakukan upaya-upaya yang sia-sia demi untuk mendapatkan bantuan dari Abbasiah untuk menyelamatkan Aghlabiah.
C. Dinasti Thulun di Mesir (254 H-292 H / 868 M-967 M)
Tuluniyah adalah sebuah dinasti yang muncul dan berkuasa di Mesir dan Suriah, independent dari khalifah-khalifah Abbasiyah. Ia merupakan sebuah kerajaan yang mendapat kuasa otonomi dari kerajaan pusat di Bagdad. Kerajaan ini memerintah Mesir dan Suria di antara tahun 254 – 292 H / 868 – 905 M dan pendirinya ialah Ahmad bin Tulun, seorang panglima Turki.
Pendiri Dinasti Thulun yang berumur pendek (Daulah 868-905) di Mesir dan Suriah adalah Ahmad Ibn Thulun. Ahmad bin Thulun Lahir 23 Ramadhan 220 abad ke-3 Hijriah.
Dinasti Thulun adalah dinasti kesultanan Mesir pertama dan berhasil memasukkan Syria ke dalam wilayah kekuasaannya. Awal garis keturunan Thulun adalah seorang budak yang dihadiahkan kepada Khalifah Ma’mun dari Dinasti Abbasiah oleh seorang penguasa dari Bukhara.
Putra Thulun, yaitu Ahmad bin Thulun mendirikan dinasti raja-raja yang berkuasadiMesir danSyria dari tahun 254 hingga 292 H. Kemampuan militernya yang menonjol menjadikanThulun terpilih sebagai anggota pasukan khusus pengawal Khalifah. Meski termasuk dalam jajaran pembesar militer, literatur sejarah tak pernah mencatat keterlibatanThulun dalam peristiwa revolusi yang dilakukan oleh budak-budak berkebangsaan Turki (Mamalik) pasca meninggalnya al-Mu’tashim tahun 842 M.
Ayahnya adalah seorang turki dari Farghanah, Pada 817 dipersembahkan oleh penguasa Samaniyah di Bukhara sebagai hadiah untuk al-Ma’mun. Pada 868, Ahmad berangkat ke Mesir sebagai pimpinan tentara untk gubernur mesir. Di sini ia segera berusaha mendapatkan kemerdekaan dirinya. Ketika menghadapi tekanan keuangan karena adanya pembrontakan wangsa zanj, Khalifah al-Mu’tamid (870-892) meminta bantuan finansial kepada komandan
pasukannya yang orang mesir itu, tetapi permintaan itu tidak dipenuhi. Peristiwa ini menjadi titik balik yang mengubah sejarah kehidpan Mesir selanjutnya. Peristiwa ini juga menandai bangkitmya sebuah Negara merdeka dilembah sungai Nil yang kedaulatannya bertahan selama abad pertengahan.
Pada tahun 254 H/868 M, Ibn Tulun dihantar ke Mesir sebagai wakil pemerintahan. Semasa Baghdad mengalami krisis, Ibn Tulun memanfaatkan situasi ini dan kemudian melepaskan Baghdad.Dalam membangun negeri, beliau menciptakan stabilitas keamanan dalam negeri. Selepas itu ia memperhatikan juga, di bidang ekonomi. Dalam bidang keamanan, ia membangun angkatan perang, dengan kekuatan tentaranya, memperluas wilayahnya hingga ke Syam.Selepas Ibn Tulun (279 H/884 M), kepemimpinan diteruskan oleh Khumarawaih (270 H/884 M), Jaisy (282 H /896 M), Harun (283 H/896 M) dan Syaiban (292 H/905 M).
Kematian Khumarawih pada 895 (282H) merupakan awal kemunduran dinasti itu. Persaingan yang hebat antara unsure-unsur pembesar dinasti telah memecah persatuan dalam dinasti. Amir yang ketiga, Abu al-Asakir bin khumarawih, dilawan oleh sebagian pasukannya dan dapat disingkirkan (896/283 H) Adiknya yang baru berusia 14 tahun, Harun bin Khumarawih, diangkat sebagai amir yang keempat. Akan tetapi kelemahan sudah sedemikian rupa, sehingga wilayah syam dapat direbut oleh pasukan Qaramitah. Amirnya yang kelima , Syaiban bin Ahmad bin thulun, hanya 12 hari saja memerintah, karena ia menyerah ke tangan pasukan Bani Abbas yang menyerang Mesirpada 905 (292H), dan demikian berakhirlah riwayat dinasti Thuluniyah.
D. Dinasti Ikhsyidiyah (323 H- 357 H / 934 M-967 M)
Dinasti Ikhsyidiyah berdiri pada tahun 323-358M.yang didirikan oleh Muhammad Ibn Tugj yang berasal dari Turki,berkuasa di Mesir setelah Tuluniyah.Ibn Tugj menjadi gubernur Mesir sebagai hadiah dari Abbasiyah setelah dapat mempertahankan wilayah Nil itu dari serangan kaum Fatimiyah yang berpusat diAfrika Utara.Ia diberi gelar Ikhsyid yang berarti pangeran atau penguasa menurut istilah yang biasa dipakai di Sogdia dan Fargana,oleh khalifah ar-Radi yang Abbasi itu.Ia mempertahankan gelar Amir al-Umara,panglima tertinggi bagi khalifah.Serangan bertubi-tubi dari Fatimiyah sepanjang pemerintahan Ikhsyidiyah menyebabkan dinasti ini tidak lama memegang tampuk kekuasaan di Mesir,dan pada akhirnya Ikhsyidiyah menyerah kalah terhadap Fatimiyah yang telah menguat di Afrika Utara,di bawah panglimanya,Jauhar as-Siqili.
Pada tahun 358 H/969 M, kerajaan Ikhsidi berakhir .Sejarah sumbangan kerajaan ini , ilmu pengetahuan dan budaya, lahirlah ilmuan seperti abu Ishaq al-Mawazi, Hasan ibn Rasyid al-Mishri dll. Ikhsidi juga mewariskan bangunan megah seperti Istana al-Mukhtar di Raudah dan Taman Bustan al-Kafuri.
E. Dinasti Hamdaniah (317 H – 399 H / 929 M – 1009 M)
Ketika kerajaan Ikhsidi berkuasa di Utara Mesir, muncul kerajaan lain yaitu kerajaan Hamdani yang berpaham Syiah. Nama kerajaan berasal dari nama pendirinya yaitu, Hamdan ibn Hamdun, yang berasal dari suku Arab Taghlib. Kerajaan ini terbagi menjadi dua pihak, Mosul dan Aleppo.
Pihak Mosul dengan para pemerintahannya :
1. Abu al-Hayja Abdullah (293 H/905 M)
2. Nashir al-Daulah al-Hasan (17 H/929 M)
3. Uddad al-daulah Abu taghlib (358 H/ 969 M)
4. Ibrahim dan Al-Husein (379-389 H/981-991 M)
Pihak Alleppo dengan pemerintahannya seperti :
1. Saif al-daulah Ali (33 H/945)
2. Sa’d al-daulah syarif I (356 H/967 M)
3. Sa’id al-daulah sa’id (381 H/991 M)
4. Ali II (392 H /1002 M)
5. Syarif II (394 H/1004 M)
Kerajaan Hamdani terkenal sebagai pelindung sastera Arab terutama Saif al-Daulah. Beberapa tokoh ternama seperti al-Farabi, Al-Isfahani dan Abu al-Firus. Kerajaan Hamdani adalah benteng kekuatan dari pada serangan Rom ke wilayah kekuasaan islam.
Selepas tahun 356 H dan 358 H, kerajaan Hamdani merosot dari tangan-tangan penggantinya. Pada umumnya mereka saling berebut kekuasaan antara keluarga sendiri. Akibatnya mereka jatuh ke tangan Kerajaan Fatamiah.
F. Dinasti Qaramitah
Qirmit bermakna melangkah pendek apabila berjalan. Ini kerana Hamdan dilihat pada zahirnya sebagai seorang yang bersifat zuhud dan fakir. Dia menetap di kampung daerah Teluk Parsi dengan mendirikan sebuah kawasan dan menamakannya dengan Darul Hijrah
kononnya mengikut contoh nabi. Selepas berjaya mendapat pengaruh, dia menyebarkan ajarannya di daerah sekitarnya. Dinasti Qaramitah dimulai di tahun 874 M olah Hamdan Qirmit. Ia seorang penganut fahamSyi'ah Ismailiah di Irak.Di tahun 899 M kaum Qaramitah ini dapat membentuk negara merdeka di Teluk Persia, yang kemudian menjadi pusat kegiatan merekadalam menentang kekuasaan Bani Abbas. Di tahun 930 M, serangan serangan mereka meluas sampai sejauh Mekkah. Sewaktu pulang mereka bawa lari al-Hajr al-Aswad yang dikembalikan baru dua puluh tahun kemudian.
KESIMPULAN
1. Faktor – faktor yang menyebabkan terjadinya disintegrasi antara lain:
a. Kecenderungan hidup bermewah – mewah dari para khalifah yang ditiru oleh para hartawan dan anak – anak pejabat.
b. Para penguasa Abbaisyah mempekerjakan orang – orang professional di bidang kemiliteran,khususnya tentara Turki,sehingga member peluang untuk mengambil kendali pemerintahan.
2. Untuk memisahkan diri dari penguasa bani Abbas ada dua cara:
a. Seorang pemimpin lokal memimpin suatu pemberontakan dan berhasil memperoleh kemerdekaan penuh.
b. Seseorang yang ditunjuk menjadi gubernur oleh khalifah, kedudukannya semakin bertambah kuat.
3. Dinasti – dinasti yang lahir dan melepaskan diri dari kekuasaan Bagdad pada masa khaifah Abbasiyah, antara lain :
a. Aghlabiyah
b. Thuluniyah
c. Ikhsidisiyah
d. Hamdaniyah
4. Dinasti – dinasti yang lahir dan berdiri sendiri tanpa harus melepaskan diri dari kekuasaan Bagdad,
a. Idrisiyah
b. Qaramitah