Ramadhan adalah bulan yang tidak asing lagi bagi umat Islam, bahkan di tunggu setiap tahun kedatangannya. di balik fadilah dan hikmah bulan agung ini, banyak sekali hadits dan atsar yang menenrangkannya. di sini sedikit penulis ingin berbagi ramadhan di "negeri seribu menara" atau "negeri para nabi' Mesir. sangat berbeda sekali ramadhan di neggeri Musa ini.
RUWAK JAWI AL AZHAR
MENGENALKAN DAN MENGGALI SEJARAH ISLAM DUNIA (Ruwak adalah pemondokan mahasiswa Indonesia Zaman Dulu di Dalam Masjid Al Azhar Kairo Mesir)
Syaikh Abdur Rauf al-Fansuri as-Singkili
Gambar Sheikh Abdur Rauf al-Fansuri as-Singkili atau dikenali Teuku
Syiah Kuala guru kepada Tok Pulau Manis dan Tok Sheikh Ulakan
SYAIKH ABDUR RAUF FANSURI pentafsir al-Quran pertama dalam bahasa Melayu
MENGENAI ulama ini sangat banyak ditulis orang, namun tulisan ini terlebih dahulu mengemukakan kelainan penulisan yang bersumber daripada orientalis yang diikuti oleh hampir semua penulis dunia Melayu, iaitu tentang namanya yang dikemukakan sebagai Abdur Rauf Singkil atau al-Sinkili. Walhal daripada Syeikh Abdur Rauf sendiri belum ditemui penambahan perkataan Sinkili di hujung namanya, yang ada hanyalah ‘al-Fanshuri’.
SYEIKH ABDUL RAHMAN MINANGKABAU
Mursyid Thariqat Naqsyabandiyah
PERKEMBANGAN thariqat shufiyah di Minangkabau sudah cukup lama. Mulai Islam masuk di Minangkabau, Thariqat Syathariyah serentak berkembang sama. Penyebar Islam yang pertama di Minangkabau ialah Syeikh Burhanuddin Ulakkan, salah seorang murid Syeikh Abdur Rauf bin Ali al-Fansuri. Daripada Thariqat Syathariyah ia berlanjutan dengan Thariqat Naqsyabandiyah.
Ulama yang diriwayatkan ini adalah ulama Minangkabau yang sangat memahami dan mengamalkan kedua-dua thariqat tersebut. Walau bagaimanapun, setelah wafat Syeikh Abdur Rahman al-Minankabawi dan Syeikh Ismail al-Minankabawi, terjadi pertikaian pendapat atau khilafiah mengenai 'Thariqat Naqsyabandiyah'. Pertikaian itu dimulai daripada beberapa tulisan Syeikh Ahmad Khatib bin Abdul Lathif yang juga berasal dari Minangkabau tetapi mempunyai kedudukan yang tinggi sebagai imam dan khatib Mazhab Syafie di Mekah.
Sheikh Shamsuddin al-Sumatrani
Sheikh Shamsuddin al-Sumatrani yang hidup abad 16-17 Masihi. Beliau adalah Sheikhul Islam atau Mufti besar Aceh semasa zaman pemerintahan Sultan Alauddin Riayat Shah Sayyid al-Mukammil (1589-1604). Beliau juga terkenal sebagai salah seorang pendokong kuat fahaman Martabat Tujuh yang dikira amat kontroversi.
Mungkin ramai yang tidak menyedari ini, ulamak yang termasuk di dalam kumpulan empat orang ulamak agung Aceh ini telah meninggal dunia dan dimakamkan di Melaka, Malaysia, bukannya di Indonesia! Ini kerana beliau dipercayai terlibat sama dalam serangan Aceh ke atas Portugis yang dilakukan tahun 1629, semasa Aceh berada di bawah pemerintahan Sultan Iskandar Muda Mahkota Alam Johan Berdaulat (1607-1636).
SYEIKH NURUDDIN ar- RANIRI
PADA mukadimah dan penutup tentang Syeikh Hamzah al-Fansuri keluaran yang lalu, telah saya singgung gambar imaginasi. Dalam artikel ini disiarkan gambar imaginasi Syeikh Nuruddin ar- Raniri yang juga tiada siapa yang tahu penciptanya, seperti Syeikh Hamzah al-Fansuri juga. Sebagaimana Syeikh Hamzah al-Fansuri, nama Syeikh Nuruddin ar-Raniri cukup banyak mendapat perhatian dan ditulis orang. Jauh sebelum kedatangan Syeikh Nuruddin ar-Raniri ke Aceh, pada masa pemerintahan Sultan Husein (pengganti Sultan sebelumnya), yang mangkat tahun 975 H/1567 M, di Aceh telah ada seorang ulama yang digelar Syeikh Nuruddin. Mengenainya disebut dalam Hikayat Aceh.
Syeikh Hamzah al-Fansuri - Tokoh tasawuf penuh karya
Syeikh Hamzah al-Fansuri, kiranya namanya di Nusantara di kalangan Ulama dan Sarjana penyelidik keislaman tak asing lagi. Hampir semua penulis sejarah Islam mencatat bahwa Syeikh Hamzah Fansuri dan muridnya syeikh Syamsuddin Sumatrani adalah termasuk tokoh sufi yang sefaham dengan al-Hallaj. Faham hulul, ittihad, mahabbah dan lain-lain.
Syeikh Hamzah Fansuri adalah seorang cendekiawan, ulama tasawuf, dan budayawan terkemuka yang diperkirakan hidup antara pertengahan abad ke-16 sampai awal abad ke-17. Nama gelar atau takhallus yang tercantum di belakang nama kecilnya memperlihatkan bahwa pendekar puisi dan ilmu suluk ini berasal dari Fansur, sebutan orang-orang Arab terhadap Barus, sekarang sebuah kota kecil di pantai barat Sumatra yang terletak antara kota Sibolga dan Singkel. Sampai abad ke-16 kota ini merupakan pelabuhan dagang penting yang dikunjungi para saudagar dan musafir dari negeri-negeri jauh.
Sayang sekali bukti-bukti tertulis yang dinyatakan kapan sebenarnya Syeikh Hamzah Fansuri lahir dan wafat, ada pendapat yang menemukan makam beliau di Ujong Pancu Aceh, ada juga di subulussalam aceh, dan ada juga pendapat, makam Hamzah ada di Babul Ma'la, yakni komplek mpemakaman "elit" di Makkah. ia dibaringkan dalam satu komplek besama dengan Khatijah, Aishay, Fatimah dan keluarga nabi dan sahabatnya yang lain. ini disebabkan kebesaran dan pengaruhnya di Arab pada masa itu (abat XV).
Dari syair dan dari namanya sendiri sudah sekian lama berdominasi di Fansur, dekat Singkel, sehingga mereka dan turunan mereka pantas digelari Fansur. Konon saudara Hamzah Fansuri bernama Ali Fansuri, ayah dari Abdur Rauf Singkel Fansuri. Pada ahli cenderung memahami dari syair bahwa Hamzah Fansuri lahir di tanah Syahrmawi, tapi tidak ada kesepakatan mereka dalam mengidentifikasikan tanah Syahrmawi itu. Ada petunjuk tanah Aceh sendiri ada yang menunjuk tanah Siam, dan bahkan ada sarjana yang menunjuk negeri Persia sebagai tanah yang di Aceh oleh nama Syamawi.
Sisi Humanis Manuskrip Kitab Nusantara
Indonesia masa lalu, ketika itu masih disebut Nusantara, telah mewariskan khazanah manuskrip kitab keagamaan dalam jumlah besar. Hal yang sebetulnya membuat Indonesia patut disebut sebagai salah satu pusat keilmuan Islam dunia.
Sebut saja kitab tafsir Melayu pertama asal Aceh abad 17, Tarjuman al-mustafid karangan Abdurrauf al-Sinkili (1615-1693), atau kitab hadis Melayu pertama, al-Fawa'id al-bahiyah fi al-ahadith al-nabawiyah karangan Nuruddin al-Raniri (w. 1658), kitab masterpiece di bidang tasawuf, Siar al-salikin dan Hidayat al-salikin karangan Abdussmad al-Palimbani asal Palembang, dan masih banyak lagi kitab-kitab lokal penting lainnya dari berbagai wilayah di Indonesia.
Sebut saja kitab tafsir Melayu pertama asal Aceh abad 17, Tarjuman al-mustafid karangan Abdurrauf al-Sinkili (1615-1693), atau kitab hadis Melayu pertama, al-Fawa'id al-bahiyah fi al-ahadith al-nabawiyah karangan Nuruddin al-Raniri (w. 1658), kitab masterpiece di bidang tasawuf, Siar al-salikin dan Hidayat al-salikin karangan Abdussmad al-Palimbani asal Palembang, dan masih banyak lagi kitab-kitab lokal penting lainnya dari berbagai wilayah di Indonesia.
Puisi-Puisi Sufi Pilihan Jalaluddin Rumi
lukisan Syeikh Jalaluddin |
DALAM sebuah puisi sufinya bertajuk “Syahadat Kita”, penyair klasik Persia terkemuka Jalaluddin Rumi mengajak para pembaca mengernyitkan dahi sejenak. Rumi menggelitik kesadaran religi kita: Dia berkata Tiada tuhan, lalu dia berkata kecuali Tuhan. Dari Tiada menjadi kecuali Tuhan maka menjelmalah Keesaan.
Dengan nukilan goresan pena itu, sesungguhnya Rumi menyingkap dan mengungkap situasi kepenyairannya sendiri. Tepat sekali bila pembaca menebak-nebak, disamping terkenal sebagai penyair, ia memang seorang ulama besar (mullah). Nama lengkapnya Jalaluddin Rumi ialah Maulana Jalaluddin Rumi Muhammad bin Hasin al Khattabi al-Bakri. Lahir pada 30 September 1207 Masehi di Balkh (kini terletak di perbatasan Afganistan) dan meninggal pada 17 Desember 1273 Masehi di Konya (wilayah Turki, Asia).
Langganan:
Postingan (Atom)